Yogyakarta (ANTARA News) - Mengedepankan asas musyawarah dalam pemilihan ketua umum (Ketum) Muhammadiyah periode 2010-2015 merupakan bagian dari jati diri Muhammadiyah.
Untuk itu itu biarkan organisasi keagamaan tertua tersebut mengembangkan nilai-nilai luhurnya, kata Wakil Dekan Bidang Akademik dan Kemahasiswaan Universitas Gajah Mada (UGM) Yogyakarta, Dr. Phil. Hermin Indah Wahyuni, M.Si dalam perbincangan dengan ANTARA di ruang kerjanya, Rabu.
Ia menjelaskan, pemilihan Ketum Muhammadiyah yang ditentukan 13 anggota Pimpinan Pusat (PP) melalui musyawarah dapat dibenarkan.
Namun ia tak sependapat jika pemilihan tersebut dianggap tidak demokratis lantaran tidak melalui pemungutan suara atau pun voting.
Ia berharap asas musyawarah dalam pemilihan Ketum Muhammadiyah jangan dibenturkan dengan cara pemilihan ketua partai melalui voting.
Pasalnya, lanjut dia, mengetengahkan musyawarah dalam organisasi keagamaan sudah sesuai dengan kebutuhan Ormas Islam tertua itu.
Jika dilihat dari perspektif kesejarahan berdirinya Muhammadiyah, Hermin mengatakan, gerak dan bahasa yang digunakan lebih banyak mengetengahkan nilai religius. Dan hal itu harus didorong karena memang sesuai kebutuhan umat dan tuntutan anggota Muhammadiyah yang tengah mengembangkan jati dirinya sendiri.
Sebelumnya Dekan Fakultas Ilmu Sosial Politik Universitas Islam Negeri Jakarta, Bachtiar Effendi mengatakan, 13 anggota PP Muhammadiyah terpilih bakal menetapkan Din Syamsuddin sebagai Ketua Umum PP Muhammadiyah secara aklamasi.
"Saya berharap tak akan ada voting dalam penetapan ketua umum Muhammadiyah periode 2010-2015, karena jika dilihat perolehan suara pemilihan anggota PP, posisi Din mendapat suara cukup signifikan," kata Effendi kepada pers, di sela penyelenggaraan Muktamar Seabad Muhammadiyah, di Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY).
(E001/A024)
Editor: AA Ariwibowo
Copyright © ANTARA 2010