Jakarta (ANTARA News) - Ketua BUMN Watch Naldy Nazar Haroen, menilai program konversi minyak tanah ke gas melalui produksi massal tabung elpiji ukuran tiga kilogram merupakan kebijakan yang dipaksakan dan tidak dilandasi penelitian mendalam.

"Sejak awal BUMN Watch melihat ini sebagai program yang sangat dipaksakan, karena tidak diawali dengan penelitian yang mendalam dan bertanggung jawab atas spesifikasi tabung, selang dan regulator yang digunakan. Tak jelas yang bertanggung jawab, pemerintah atau Pertamina," kata Naldy di Jakarta, Selasa.

Apalagi, sosialisasi teknis minim bahkan boleh dikatakan tidak ada sama sekali. "Akibatnya, sebagaimana kita saksikan keberadaan tabung gas ukuran 3 kg ini benar-benar telah menjadi faktor berisiko kecelakaan bagi rakyat banyak," kata Naldy.

Ia menilai, pelaksanaan programnya terkesan sebagai langkah penjegalan konsep sebelumnya serta ada nuansa politis karena dilakukan menjelang Pemilu 2009.

Sebagaimana diketahui, lanjut Naldy, semula konversi minyak tanah akan dilakukan dengan memasyarakatkan tungku batu bara. Sudah banyak usaha kecil menengah (UKM) yang sempat dilibatkan untuk pembuatannya. Namun program ini tak dijalankan, diganti dengan konversi minyak tanah ke gas melalui produksi massal tabung gas ukuran 3 kg, kemudian dibagikan secara gratis kepada rakyat banyak.

Naldy mengharapkan, pemerintah segera menarik semua tabung gas 3 kg dari pasaran sebagaimana yang dilakukan negara maju seperti Jepang, untuk produk otomotifnya yang bermasalah.

Diperkirakan ada sekitar 44,4 juta paket kompor dan tabung gas 3 kg yang telah dibagikan kepada masyarakat sejak 2007 sebagai program konversi subsidi BBM.

Melalui kebijakan tersebut setidaknya rasa aman di kalangan masyarakat bisa segera diciptakan, bukan seperti tindakan tambal sulam seperti yang terjadi saat ini. "Akibatnya kasus ledakan tabung gas ukuran 3 Kg masih terus mencari korban," sesal Naldy.

Naldy melihat, tindakan yang dilakukan pemerintah dan Pertamina saat ini adalah kebijakan tambal sulam, yaitu memproduksi selang dan regulator baru namun tetap menggunakan tabung ukuran 3 kg yang sudah ada.

"Ini nuansanya proyek semata karena kegelisahan masyarakat dijawab dengan menciptakan proyek baru yang pada dasarnya kembali membebani rakyat banyak," ujarnya.

Menurut dia, harga selang dan regulator baru buatan Pertamina itu di pasaran tidak bisa dikatakan murah yakni berkisar antara Rp60 ribu hingga Rp90 ribu/unit. Walau menurut pengumuman Pertamina, harga selang dan regulator baru itu hanya Rp15 ribu - Rp20 ribu/unit di agen.

"Kita belum melihat adanya penelitian mengenai tabungnya sendiri. Apa ada masalah dengan ukuran besar tabungnya. Lalu bagaimana stasiun pengisian gas ke tabungnya, apakah peralatan yang ada tak tercemar oleh CO2 atau hal lain sebagai pemicu terjadinya ledakan tabung gas," ucap Naldy.

Untuk itu, Naldy mendesak pemerintah menarik seluruh tabung gas ukuran 3 kg dari pasaran lebih dulu. Pada saat yang sama dilakukan investigasi mendalam dan transparan terhadap sejumlah kasus ledakan tabung gas yang telah mengakibatkan kerugian dan korban jiwa.

"Bukan malah dengan mencari `kambing hitam` tentang adanya tabung, selang dan regulator palsu dan menuduh konsumen yang sudah menjadi korban, dengan cap lalai dan sejenisnya," ujar Naldy.

Melalui investigasi yang jelas dan akurat akan didapatkan jawaban yang tidak hanya berguna bagi masyarakat, tetapi juga menjadi acuan untuk memproduksi tabung dengan ukuran dan kualitas selang, serta regulator yang aman bagi masyarakat, katanya. (*)

(F004/R009)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2010