Jakarta (ANTARA News) - Aliansi Jurnalis Independen Indonesia meminta kepolisian segera mengejar dan menangkap pelaku pelemparan bom molotov ke kantor redaksi Majalah Tempo di Jl Proklamasi, Jakarta Pusat, Selasa, sekitar pukul 02.45 WIB.

"AJI menilai perbuatan tersebut merupakan teror terhadap pers yang dilindungi oleh hukum," kata Ketua AJI Indonesia, Nezar Patria, di Jakarta, Selasa.

Sebagai penegak hukum dan pelindung masyarakat, maka kepolisian harus segera mengambil tindakan cepat untuk mengusut pelakunya, ujarnya.

Menurut Nezar, kekerasan terhadap pers tidak bisa ditolerir, dan karena itu kepolisian harus menggunakan semua daya upaya untuk menangkap pelakunya.

"Polisi selama ini mampu menangkap teroris kelas kakap, kalau hanya kelas bom molotov tak tertangkap, tentu akan jadi pertanyaan publik," katanya.

Meskipun pengeboman itu tidak menimbulkan korban jiwa, polisi harus melakukan penyelidikan dengan cepat hingga tuntas, agar bisa mengungkap pelaku beserta motif di balik pelemparan bom molotov ke kantor Tempo, kata Nezar.

"Bisa jadi ada pihak ketiga yang memperkeruh situasi dari sengketa berita antara Tempo dan Mabes Polri," katanya.

Minggu lalu, Tempo menerbitkan laporan utama berjudul "Rekening Gendut Perwira Polisi" dengan gambar sampul seorang berseragam coklat membawa celengan babi.

Gambar pada sampul tersebut memyebabkan pimpinan POlri tersinggung dan mengancam memidanakan Tempo dengan pasal pencemaran nama baik.

Nezar mengatakan pelemparan bom molotov tersebut menambah deretan kekerasan terhadap pers, misalnya pada 2010 telah terjadi berbagai kekerasan terhadap pers. Kasus kekerasan tersebut antara lain pengeroyokan terhadap Juhry Samanery, wartawan Ambon oleh delapan petugas Pengadilan Negeri (PN) Ambon.

Kasus lainnya adalah penyiksaan terhadap Ahmadi, wartawan Harian Aceh oleh anggota Kodim Simeleu Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD).

Sementara itu, Koordinator Advokasi AJI Indonesia, Margiyono mengatakan polisi harus bertindak cepat menangkap pelaku kekerasan terhadap pers, karena jika tidak maka opini publik akan menyimpulkan polisi telah melakukan pembiaran.

"Pembiaran terhadap pelaku kejahatan terhadap pers adalah penyebab impunitas yakni yakni bebasnya pelaku dari jerat hukum," katanya.(*)
(T.S035/R009)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2010