Jakarta (ANTARA News) - Menteri Dalam Negeri (Mendagri), Gamawan Fauzi, mengusulkan agar sengketa pemilihan kepala daerah (pilkada) diselesaikan di daerah, semisal kembali ditangani pengadilan tinggi guna menghemat biaya calon kepala daerah dan menghindari penumpukan kasus di Mahkamah Konstitusi (MK).

"Ini sesuatu yang diusulkan oleh banyak pihak agar cost-nya murah," katanya, usai menghadiri pembukaan Rapat Pimpinan Nasional Gabungan Pelaksana Konstruksi Nasional Indonesia (Gapensi) oleh Wakil Presiden Boediono di Jakarta, Senin.

Gamawan mengatakan, penyelesaian sengketa pilkada di daerah bisa dilakukan dengan dua cara yakni Mahkamah Konstitusi bersidang di daerah atau dikembalikan ke pengadilan tinggi.

"Ini masih kita susun dan akan dibicarakan dengan DPR untuk menentukan mana yang terbaik," ujar Mendagri.

Dulu sengketa pemilihan umum daerah diselesaikan di daerah. Hasil pemilihan di tingkat kabupaten dan kota diadili di pengadilan tinggi, sedangkan pemilihan kepala provinsi dilakukan di Mahkamah Agung.

Kewenangan itu lantas dialihkan ke tangan Mahkamah Konstitusi, yang wajib menyelesaikan setiap perkara dalam jangka waktu 14 hari.

Menurut Gamawan, demi efisiensi biaya dan efektivitas waktu, sengketa pemilihan daerah sebaiknya diadili di daerah pula.

Selain mengusulkan penyelesaian sengketa pilkada di daerah, dalam perubahan UU Pemilu Pemerintah mengusulkan penyederhanaan penyelenggaraan Pemilu.

"Jadi, pemilu mendatang akan lebih banyak diisi dengan debat di media massa dari pada pengerahan massa, pemasangan alat peraga yang jor-joran...," ungkapnya.

Pada kesempatan itu, Mendagri mengemukakan, hingga kini pihaknya sudah menandatangani 41 surat keputusan pengangkatan bupati/walikota dalam 244 Pilkada dari 108 daerah yang telah menyelenggarakan pemilihan.

Ia mengakui, banyak sengketa pilkada yang diterima Mahkamah Konstitusi.

"Memang banyak, tetapi sudah ada yang bisa diputus di MK," kata Gamawan.

Salah satu penyebab munculnya sengketa pilkada, karena banyak calon kepala daerah yang sudah "jor-joran" mengeluarkan biaya kampanye, ternyata kalah dalam pemilihan.

"Karena biaya yang dikeluarkan sangat besar, maka ketika kalah maka kemarahannya akan lebih besar kan?," ujar Mendagri.
(T.R018/A011/P003)

Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2010