Jakarta (ANTARA) - Ketua Komisi Pengaduan dan Penegakan Etika Pers Dewan Pers Arif Zulkifli mengatakan kebanyakan pelanggaran kode etik jurnalistik yang dilaporkan ke Dewan Pers dilakukan oleh media online atau daring.

"Yang masuk sebagai laporan ke Dewan Pers yang jumlahnya 700 sampai 800 aduan per Tahun 2020 adalah mereka yang punya badan hukum," kata Arif Zulkifli, dalam diskusi membahas dunia digital dalam kacamata UU Pers dan kode etik jurnalistik yang dipantau virtual dari Jakarta, Kamis.

Berbadan hukum adalah salah satu syarat disebut sebagai perusahaan pers, menurut Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers, dan jika tidak berstatus badan hukum maka tidak dapat dimediasi oleh Dewan Pers.

"Di antara yang 800, saya berani katakan mungkin 90 sampai 95 persen isinya adalah pelanggaran-pelanggaran etik yang sebetulnya sangat sederhana dan memang umumnya dilakukan media-media online," ujar Arif, yang saat ini menjabat sebagai Pemimpin Redaksi Majalah Tempo.

Dalam diskusi yang sama, tokoh media sekaligus Wakil Ketua Dewan Pers 2010-2013 Bambang Harymurti mengatakan laporan yang dilaporkan menyasar media daring merupakan sesuatu yang wajar mengingat tercatat ada sekitar 47.000 media di Indonesia per 2019.

Dari angka tersebut, sekitar 2.000 adalah media cetak, 600 media radio, dan 500 televisi, termasuk televisi lokal, dengan sisanya masuk dalam kategori media daring.

"Jadi 90 sekian persen itu media online yang jumlahnya tiba-tiba banyak dan wajar kalau keluhan paling banyak di media online," kata Bambang.

Pewarta: Prisca Triferna Violleta
Editor: Masuki M. Astro
Copyright © ANTARA 2021