Pengembang di Kota Bekasi, Siswadi, Minggu, mengatakan, kenaikan TDL menciptakan efek berantai berupa meningkatnya pengeluaran konsumen sehingga uang yang digunakan untuk membayar cicilan tidak lagi mencukupi.
"Pengaruhnya bisa terlihat selama semester II 2010. Secara logika bila sebelumnya dari penghasilan mereka bisa disisakan 1/3 untuk cicilan rumah, namun dengan kenaikan TDL maka penghasilan yang digunakan untuk memenuhi biaya hidup tambah besar," ujarnya.
Berbeda dengan konsumen rumah sederhana, pemasaran rumah menengah menurut pengembang yang kini membangun perumahan Telaga Sakinah itu tidak terpengaruh kenaikan TDL.
Ia berharap kenaikan TDL tidak membuat harga berbagai kebutuhan naik di luar batas kewajaran karena porsi listrik terhadap komponen biaya produksi tidak terlalu besar, sedangkan kenaikan TDL juga tidak terlalu tinggi.
Persoalannya, kenaikan TDL tidak diikuti oleh kenaikan pendapatan tetap calon konsumen. Untuk itu, ia berharap pemerintah mempunyai skema kebijakan dalam membantu masyarakat menengah bawah dalam memiliki rumah sendiri.
"Pemerintah bisa saja memberi stimulus berupa subsidi bunga bagi pembeli rumah sederhana ataupun membantu uang muka sehingga kenaikan TDL tidak terlalu berdampak pada permintaan rumah menengah bawah," ujarnya.
Terkait dengan harga rumah, untuk wilayah Jabodetabek sudah sulit memperoleh rumah dengan kisaran harga Rp45-Rp70 juta. Kalaupun ada lokasi biasanya jauh dari jalan utama serta kontruksi bangunan kurang memenuhi standar.
Ia menyatakan, mahalnya harga tanah di wilayah Jabodetabek menyebabkan harga rumah sederhana sehat sulit dipatok dibawah Rp70 Juta, termasuk perumahan yang dibangun oleh pengembang plat merah seperti Perumnas.
Untuk masyarakat menengah bawah, ia menyarankan agar ikut program tabungan perumahan hingga pada saatnya mereka bisa membayar uang muka serta cicilan bulanan yang terjangkau.(*)
M027/A027
Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2010