Jakarta (ANTARA) - Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) menggabungkan pengurangan risiko bencana (PRB) dengan adaptasi perubahan iklim (API) guna mencapai tujuan pembangunan berkelanjutan dan pengentasan kemiskinan, yang diakibatkan bencana dan perubahan iklim.
"Bagaimana kita mengelola risiko yang terkait, dengan mempertimbangkan proyeksi iklim di masa mendatang," ujar Deputi Bidang Pencegahan Badan Nasional Penanggulangan Bencana Lilik Kurniawan dalam seminar daring "Potret 10 Tahun Kebijakan dan Aksi Pengurangan Risiko Bencana Iklim di Indonesia"di Jakarta, Rabu.
Lilik mengatakan hal tersebut merupakan salah satu upaya yang tercantum dalam butir Deklarasi Yogyakarta dalam Pengurangan Risiko Bencana di Asia Pasifik 2012.
Sementara, fokus dari konvergensi PRB-API terletak pada pengelolaan risiko bencana terkait iklim seperti banjir, kekeringan, tanah longsor, gelombang ekstrem dan abrasi serta cuaca ekstrem.
Baca juga: Kepala BMKG sebut intensitas hujan semakin tinggi setiap tahun
Bencana dan perubahan iklim sendiri telah menjadi salah satu hambatan bagi negara mencapai tujuan pembangunan dan pengentasan kemiskinan.
Sementara masalah bencana di Indonesia, 95 persen merupakan bencana hidrometeorologi yang terkait dengan iklim, sehingga konvergensi menjadi hal penting.
Lilik menjelaskan dari segi pengurangan risiko bencana, tata kelola BNPB dan anggota di daerah yakni Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) berupaya mengelola risiko bencana berdasarkan kajian risiko dan data historis. Aturan PRB sendiri tercantum dalam UU Penanggulangan Bencana nomor 24/2007.
Pada pelaksanannya, PRB didukung metodologi kajian PERKA 02/2012 tentang Panduan Umum Kajian Risiko Bencana. Kemudian menggunakan Data dan Informasi Bencana Indonesia (DIBI) serta Indeks Risiko Bencana Indonesia sebagai sistem data dan informasi.
Baca juga: KLHK: Proyek adaptasi perubahan iklim bantu kurangi risiko bencana
Sedangkan segi adaptasi perubahan iklim, BNPB mengimplementasikan adaptasi jangka panjang terhadap dampak perubahan iklim, termasuk dampak positifnya bersama kementerian, khususnya Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) serta lembaga lain yang terkait seperti tertuang dalam UU Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup nomor 32/2009, sebagai revisi UU nomor 23/1997.
API menggunakan berbagai metodologi untuk kajian kerentanan dan risiko iklim, dengan didukung Sistem Inventarisasi Data Indeks Kerentanan (SIDIK).
"Diperlukan sinergi langkah aksi API dan PRB dalam hal perencanaan dan kebijakan guna meningkatkan ketahanan masyarakat terhadap dampak perubahan iklim dan bencana," kata dia.
Baca juga: Bayang-bayang bencana di balik anomali iklim Indonesia
Baca juga: Peneliti: Adaptasi bencana banjir perhitungkan aspek perubahan iklim
Pewarta: Devi Nindy Sari Ramadhan
Editor: Budhi Santoso
Copyright © ANTARA 2021