Kabul (ANTARA News/AFP) - Jendral AS David Petraeus tiba di Kabul, Jumat, untuk mengemban tugas sebagai panglima baru pasukan internasional dalam perang Afghanistan, kata seorang pejabat NATO kepada AFP.
"Jendral Petraeus tiba di Kabul dengan pesawat terbang pukul 18.30 (pukul 21.00 WIB) dan kemudian naik sebuah helikopter menuju markas besar ISAF," kata pejabat itu.
Petraeus akan memimpin 140.000 prajurit internasional, yang mencakup militer AS dan Pasukan Bantuan Keamanan Internasional (ISAF) pimpinan NATO di Afghanistan yang memerangi Taliban, di tengah meningkatnya jumlah prajurit asing yang tewas.
Ia akan memulai kiprahnya di Kabul pada Sabtu ketika ia menghadiri perayaan di Kedutaan Besar AS memperingati hari kemerdekaan AS pada 4 Juli.
Pengangkatan Petraeus dikukuhkan di Washington dalam pemungutan suara Senat dengan hasil 99-0 pada Rabu, sehari sebelum DPR mensahkan RUU untuk menambah anggaran perang Irak dan Afghanistan sebesar 37 milyar dolar.
Dana itu akan mencakup beaya penempatan 30.000 prajurit tambahan AS di Afghanistan untuk mendorong kemenangan yang disarankan Petraeus dan didukung Presiden AS Barack Obama.
Petraeus menggantikan Jendral AS Stanley McChrystal, yang dipecat bulan lalu setelah majalah Rolling Stone mengutip pernyataannya yang meremehkan para pejabat AS, termasuk presiden, dan para pemimpin sekutu NATO yang berkomitmen dalam perang itu.
Jendral bintang empat AS itu akan memimpin pasukan internasional di Afghanistan di tengah meningkatnya jumlah prajurit asing yang tewas dalam pertempuran.
Lebih dari 100 prajurit asing tewas pada Juni, bulan paling mematikan sejak perang diluncurkan di Afghanistan setelah serangan-serangan 11 Sepetember 2001 di AS.
Tahun ini sudah 325 prajurit asing tewas di Afghanistan -- dua prajurit lagi dimumkan tewas Jumat oleh NATO -- sementara sepanjang tahun lalu 520.
Jumlah kematian Juni itu telah jauh melampaui bulan paling mematikan bagi pasukan NATO pada Agustus lalu, ketika 77 prajurit asing tewas, menurut hitungan AFP yang berdasarkan atas angka-angka dari situs independen icasualties.org.
Para komandan NATO telah memperingatkan negara-negara Barat agar siap menghadapi jatuhnya korban karena mereka sedang melaksanakan strategi untuk mengakhiri perang lebih dari delapan tahun di negara itu.
Marinir AS memimpin 15.000 prajurit AS, NATO dan Afghanistan dalam Operasi Mushtarak yang bertujuan menumpas militan, yang diluncurkan menjelang fajar Sabtu (13/2) untuk membuka jalan agar pemerintah Afghanistan bisa mengendalikan lagi daerah Helmand penghasil opium.
Ofensif itu dikabarkan mendapat perlawanan sengit dari Taliban, yang melancarkan serangan-serangan dari balik tameng manusia dan memasang bom pada jalan, bangunan dan pohon.
Saat ini terdapat lebih dari 140.000 prajurit internasional, terutama dari AS, yang ditempatkan di Afghanistan untuk membantu pemerintah Presiden Hamid Karzai mengatasi pemberontakan yang dikobarkan sisa-sisa Taliban.
Taliban, yang memerintah Afghanistan sejak 1996, mengobarkan pemberontakan sejak digulingkan dari kekuasaan di negara itu oleh invasi pimpinan AS pada 2001 karena menolak menyerahkan pemimpin Al-Qaeda Osama bin Laden, yang dituduh bertanggung jawab atas serangan di wilayah Amerika yang menewaskan sekitar 3.000 orang pada 11 September 2001.
Pasukan Bantuan Keamanan Internasional (ISAF) pimpinan NATO berkekuatan lebih dari 84.000 prajurit yang berasal dari 43 negara, yang bertujuan memulihkan demokrasi, keamanan dan membangun kembali Afghanistan, namun kini masih berusaha memadamkan pemberontakan Taliban dan sekutunya.
Kekerasan di Afghanistan mencapai tingkat tertinggi dalam perang lebih dari delapan tahun dengan gerilyawan Taliban, yang memperluas pemberontakan dari wilayah selatan dan timur negara itu ke ibukota dan daerah-daerah yang sebelumnya damai.
Delapan setengah tahun setelah penggulingan Taliban dari kekuasaan di Afghanistan, lebih dari 40 negara bersiap-siap menambah jumlah prajurit di Afghanistan hingga mencapai sekitar 150.000 orang dalam kurun waktu beberapa bulan, dalam upaya baru memerangi gerilyawan.
Sekitar 520 prajurit asing tewas sepanjang 2009, yang menjadikan tahun itu sebagai tahun paling mematikan bagi pasukan internasional sejak invasi pimpinan AS pada 2001 dan membuat dukungan publik Barat terhadap perang itu merosot.
Gerilyawan Taliban sangat bergantung pada penggunaan bom pinggir jalan dan serangan bunuh diri untuk melawan pemerintah Afghanistan dan pasukan asing yang ditempatkan di negara tersebut.
Bom rakitan yang dikenal sebagai IED (peledak improvisasi) mengakibatkan 70-80 persen korban di pihak pasukan asing di Afghanistan, menurut militer. (M014/K004)
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2010