Jakarta (ANTARA News) - Kuasa hukum Siti Hardijanti Rukmana (Mbak Tutut), Harry Ponto, menegaskan, kliennya berupaya merebut kembali PT Cipta Televisi Pendidikan Indonesia (TPI) karena haknya dirampas, bukan karena alasan lain.
"Hak Mbak Tutut selaku pemilik TPI telah dirampas, memakai fasilitas negara lagi," kata Harry di Jakarta, Jumat.
Harry mengemukakan hal itu saat diminta komentar terkait pemberitaan salah satu situs berita yang menyebut Mbak Tutut berupaya mempertahankan TPI karena merupakan hadiah ulang tahun dari ibunya, almarhumah Siti Suhartinah (Ibu Tien) Soeharto, dan lahan tempat TPI berdiri pun titipan ibunya itu.
"Itu tidak benar dan terlalu menyederhanakan persoalan. Esensi kasus ini adalah penggunaan fasilitas negara untuk kepentingan swasta mengambil hak milik orang lain, bukan masalah sepele hadiah ulang tahun," katanya.
Fasilitas negara yang dimaksud Harry adalah Sistem Administrasi Badan Hukum (Sisminbakum) di Kementerian Hukum dan HAM (saat ini sistem itu dibekukan, Red).
Dikatakannya, Sisminbakum dioperasikan PT Sarana Rekatama Dinamika (SRD), perusahaan yang pemiliknya sama dengan perusahaan yang mengambil alih kepemilikan Mbak Tutut terhadap TPI yakni PT Berkah Karya Bersama (BKB).
Sebagaimana diakui mantan direktur utama PT SRD, Yohanes Waworuntu, kata Harry, Sisminbakum diblokir ketika Mbak Tutut hendak mendaftarkan hasil Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) TPI pada 17 Maret 2005.
Sebaliknya, blokir dibuka ketika hasil RUPSLB tanggal 18 Maret 2005 yang digelar PT BKB mengatasnamakan Mbak Tutut, yang salah satu hasilnya terkait pengalihan saham kepemilikan Mbak Tutut atas TPI kepada PT BKB, didaftarkan.
"Itu persoalannya, dan itu pula sebabnya selama lima tahun ini Mbak Tutut terus berjuang mencari keadilan," katanya.
Pihaknya bersyukur Kementerian Hukum dan HAM di bawah Menteri Patrialis Akbar merespon pengaduan mereka dengan membentuk tim untuk mengaji persoalan itu, yang hasilnya adalah dicabutnya surat yang mengesahkan hasil RUPSLB TPI 18 Maret 2005 melalui surat bernomor AHU.2.AH.03.04-114A tertanggal 8 Juni 2010.
"Surat pencabutan itu sah dikeluarkan Kemkumham. Kami sudah konfirmasi langsung ke dirjen, juga ke menteri," katanya.
Surat pencabutan yang ditandatangani pelaksana harian Direktur Perdata Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum (AHU) Kemkumham itu sendiri dianggap tidak sah oleh pihak yang bersengketa dengan Mbak Tutut, bahkan mereka melaporkannya ke Polda Metro Jaya pada Rabu (30/6). (S024/K004)
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2010