Jakarta (ANTARA News) - Pengamat politik lulusan program pascasarjana Universitas Gadjah Mada Yogyakarta, Sangggam Hutapea menyatakan, banyaknya kasus pemilihan kepala daerah yang harus diselesaikan melalui proses hukum di Mahkamah Konstitusi mencerminkan ketidaksiapan calon menerima kekalahan.
"Ini sangat memprihatinkan kita, tetapi kenyataan ini merupakan refleksi dari ketidaksiapan dalam berdemokrasi," tegas Sanggam Hutapea di Jakarta, Jumat.
Ketidaksiapan berdemokrasi, kata Sanggam, disebabkan faktor orang tidak percaya kepada kemenangan lawan dan orang tidak percaya pada kekalahan sendiri.
Ia mengatakan bahwa pelaksanaan pilkada mengandung banyak potensi konflik, mulai dari masalah incumbent (pejabat kini), netralitas KPUD, sampai kesiapan calon kepala daerah dan masyarakat dalam berdemokrasi.
"Kalau berbicara soal incumbent, hampir setiap pilkada yang diikuti pasangan incumbent potensi konfliknya tinggi.Diakui atau tidak, incumbent cenderung memakai aset negara dan birokrasi untuk memenangkan diri dengan berbagai cara. Ini sangat tidak sehat. Selain merusak demokrasi, juga mengganggu hak-hak masyarakat untuk memilih yang terbaik," katanya.
Karena itu, dia mengusulkan kepada Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Gamawan Fauzi meninjau kembali aturan mengenai keikutsertaan kembali incumbent dalam pilkada.
"Sudah waktunya diatur agar incumbent dinonaktifkan jika maju lagi di pilkada, paling tidak satu bulan sebelum pendaftaran," katanya.(S023/Z002)
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2010