Surabaya (ANTARA News) - "Allahu Akbar.... Allahu Akbar, astaghfirullah, astaghfirullah... Ya, Allah kenapa kereta ini."

Itulah teriakan para penumpang Kereta Api (KA) Logawa bernomor lokomotif CC 20156 jurusan Purwokerto-Jember yang terguling di Dusun Petung, Desa Pajaran, Kabupaten Madiun, Jatim, 29 Juni 2010.

Teriakan itu masih tergiang di benak seorang penumpang yang kini terbaring lemah di tempat tidur.

Salah satu kakinya dibalut perban yang disanggah kayu mulai dari lutut hingga telapak kaki. Sesekali keluar rintihan dari bibirnya.

Mata gadis cilik itu menerawang menatap langit-langit ruangan. Terbayang jelas dalam ingatannya terhadap tragedi itu.

Saat itu, Erza yang baru berusia 11 tahun itu duduk di gerbong dua paling belakang bersama ayah, ibu, dan kakaknya, menumpang KA Logawa dari Kabupaten Kebumen hendak pergi ke Kabupaten Jombang, Jawa Timur.

Ia dan para penumpang lainnya sempat merasakan guncangan sebelum akhirnya kereta terlepas dari rel dan terguling.

Akibat gulingan tersebut, kaki sebelah kirinya patah dan kini harus dioperasi, sehingga ia terbaring di ruang perawatan Wijaya Kusuma C di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) dr. Soedono Madiun.

"Ayahnya, Zainuri (41) dan ibunya, Nafiah (41) mengalami luka di bagian kepala dan patah beberapa gigi. Keduanya dirawat di RSUD Panti Waluya, Caruban. Rencananya mau dipindah ke sini (RSUD Soedono) karena ibunya mencari-cari Erza terus," ucap paman Erza, Tukiman.

Beruntung, kakak Erza, Andy, tidak mengalami luka yang serius dalam tragedi tergulingnya KA Logawa itu.

Ia hanya mengalami luka memar dan lecet. Dalam perjalanan nahas itu, keluarga Erza rencananya hendak pindah ke Jombang.

Kini, ia tidak tahu lagi barang-barang yang dibawanya saat perjalanan ada dimana. Selain pakaian, mereka juga membawa surat-surat penting yang akan digunakan keperluan pindah rumah itu.

"Semuanya hilang. Ijazah dan surat-surat penting lainnya tidak tahu ada dimana. Padahal, ijazah itu akan digunakan Erza untuk mendaftar sekolah baru di Jombang," ungkapnya.

Tahun ini, ujar Tukiman, Erza masuk SMP. Rencananya, ia mau sekolah di Jombang, karena orang tuanya pindah bekerja di Jombang.

Tukiman mengaku pasrah atas kecelakaan yang menimpa keluarga adiknya ini. Meski demikian, ia bersyukur karena saudaranya dalam peristiwa itu selamat. Ia hanya berharap agar adiknya dan keponakannya itu segera sembuh.

"Yang penting mereka selamat dan segera sembuh. Itu harapan saya. Soal surat-surat penting yang hilang, itu bisa diurus nanti," tuturnya sambil menatap Erza yang bersedih.

Ia sengaja datang dari Ngudirejo, Diwek, Jombang untuk menunggui keluarga adiknya, Nafiah.

Hal yang sama dialami oleh Nurul (28). Ia mengalami patah tulang lengan bawah sebelah kanan, akibat tragedi KA Logawa (29/6).

Kini, ia terbaring lemah di ruang Intensif Observasi Darurat (IOD) RSUD dr. Soedono, Madiun.

Meski mengalami luka parah, ia selalu dalam keadaan sadar atas peristiwa nahas tersebut. Waktu itu, ia naik KA Logawa dari Stasiun Caruban hendak menuju Surabaya.

Memasuki gerbong kereta, ia tidak mendapat tempat duduk. Kereta sudah penuh penumpang. Walhasil, laki-laki satu anak ini berdiri di rangkaian gerbong paling belakang.

Menurut dia, sekitar 15 menit dari Stasiun Caruban, jalan kereta yang cukup kencang, tiba-tiba tersendat seperti direm.

Lalu, kereta terguncang hebat sebelum akhirnya lepas dari rel dan terguling.

"Para penumpang sudah panik saat kereta tergucang hebat. Begitu kereta lepas dari rel dan terguling, saya dan penumpang lainnya berteriak-teriak," paparnya.

Begitu gerbong terhenti sekitar 15 meter di bawah rel, kata Nurul, ia sudah terlempar dari kereta dan ditolong warga.

Ia sempat melihat para penumpang bergeletakan di sekitar gerbong dalam keadaan berdarah-darah dan berteriak minta tolong.

Kendati mengalami luka serius, Nurul merasa bersyukur. Ia masih diberi keselamatan. Ia berharap agar segera pulih seperti sediakala.(E011/Z002)

Oleh Edy M. Ya`kub dan Louis Rika S
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2010