Jakarta, (ANTARA News) - Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) hingga akhir 2008 menerima 22.824 laporan transaksi keuangan mencurigakan (LKTM) dari penyedia jasa keuangan di Indonesia. Wakil Kepala PPATK Bidang Hukum dan Kepatuhan Bambang Permantoro dalam siaran pers yang diterima di Jakarta, Kamis, menyebutkan, 625 laporan hasil analisis PPATK dari 1.240 LKTM telah disampaikan kepada aparat penegak hukum untuk ditindaklanjuti.PPATK, katanya, memberi 602 laporan hasil analisis kepada pihak Kepolisian dari 1.041 LTKM dan 23 laporan hasil analisis kepada pihak Kejaksaan dari 199 LTKM.Penyediaan laporan hasil analisis ditujukan untuk mendukung aparat dalam melakukan proses penegakan hukum, katanya.Bambang berharap laporan hasil analisis itu mampu memberi informasi relevan atas kemungkinan tindak pidana asal atau dilakukan upaya penegakan hukum atas tindak pidana pencucian uang yang diduga dilakukan oleh pihak terlapor.Selain melakukan analisis transaksi keuangan mencurigakan, PPATK melakukan pengawasan atas kepatuhan penyedia jasa keuangan menyampaikan LKTM."Sampai dengan akhir 2008, PPATK telah melakukan audit kepatuhan terhadap 269 penyedia jasa keuangan," katanya.Hasil pelaksanaan audit kepatuhan tersebut, katanya, menunjukkan bahwa beberapa penyedia jasa keuangan belum memahami kewajiban pelaporan sesuai dengan UU tentang Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).Beberapa penyedia jasa keuangan, katanya, juga belum mampu mengidentifikasi transaksi keuangan mencurigakan.Ketidakmampuan dalam mengidentifikasi, menurut Bambang, disebabkan belum adanya pelatihan memadai mengenai cara identifikasi transaksi keuangan mencurigakan dan belum ada sarana pendukung identifikasi transaksi keuangan mencurigakan.Hingga saat ini penyedia jasa keuangan yang paling banyak melaporkan ke PPATK adalah bank umum sebanyak 119 (91,54 persen),perusahaan valuta asing sebanyak 34 (4,23 persen), dan perusahaan efek sebanyak 29 (17,16 persen).Berdasarkan Pasal 13 UU TPPU, penyedia jasa keuangan wajib menyampaikan laporan transaksi keuangan yang dilakukan secara tunai dalam jumlah kumulatif sebesar Rp500 juta atau lebih atau yang nilainya setara dengan itu. Tingginya intensitas dan jumlah pelaporan jenis itu memerlukan sistem aplikasi komputer yang terhubung dalam jaringan (online) dari masing-masing penyedia jasa keuangan dengan PPATK.Sampai kini PPATK telah menerima 6.375.994 Laporan Transaksi Keuangan Tunai (LTKT) dari 264 penyedia jasa keuangan, katanya.Sementara berdasarkan Pasal 16 UU TPPU, setiap orang wajib melaporkan uang tunai sejumlah Rp100 juta atau lebih atau dalam mata uang asing lain yang nilainya setara, yang dibawa ke dalam atau ke luar wilayah negara RI kepada Ditjen Bea dan Cukai.Selanjutnya, Ditjen Bea dan Cukai wajib menyampaikan laporan tentang informasi yang diterimanya selama jangka waktu 5 (lima) hari kerja kepada PPATK.Terkait dengan arus uang tunai itu, hingga akhir 2008, PPATK telah menerima laporan dari Ditjen Bea dan Cukai sebanyak 3.014 laporan yang berasal dari tujuh wilayah kerja Ditjen Bea dan Cukai yaitu Jakarta (Bandara Soekarno-Hatta), Kepulauan Riau (Tanjung Pinang dan Tanjung Balai Karimun), Bandung (Kantor Pelayanan Kantor Pos), Batam (Batam City Center dan Sekupang), Denpasar, dan Medan.(*)
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2009