Kabul (ANTARA News/AFP) - NATO menyatakan, Kamis, pasukannya membunuh 31 gerilyawan Taliban dan menangkap seorang pemimpin militan setelah tembak - menembak selama empat jam di wilayah Afghanistan selatan yang bergolak.

Aliansi militer itu juga mengumumkan kematian pertama prajuritnya pada bulan ini setelah pada Juni korban tewas NATO mencapai jumlah terbesar.

NATO mengatakan, pasukannya meminta dukungan udara selama tembak-menembak yang terjadi di provinsi Helmand itu, yang meletus setelah gerilyawan menyerang pasukan di markas mereka dengan senjata mesin dan roket.

Pasukan Bantuan Keamanan Internasional (ISAF) pimpinan NATO mengatakan dalam sebuah pernyataan, pemimpin Taliban di Naw Zad di provinsi Helmand terluka dan ditangkap setelah pertempuran itu.

"Pasukan keamanan internasional dan Afghanistan menangkap pemimpin distrik Taliban Naw Zad dan membunuh sejumlah besar gerilyawan di distrik terpencil Baghran di provinsi Helmand bagian utara kemarin malam," kata pernyataan itu.

Jendral AD Jerman Josef Blotz, seorang juru bicara ISAF, mengatakan, sedikitnya 31 gerilyawan tewas dalam operasi di Baghran.

"Selama kontak tembak empat jam, pasukan musuh berusaha menggunakan peledak improvisasi untuk menyerang pasukan kami," katanya kepada wartawan, menunjuk pada bom rakitan yang biasanya digunakan oleh Taliban.

"Namun, pasukan koalisi dan Afghanistan menggunakan tembakan udara tepat dan menumpas musuh" dan sejumlah besar senjata dan opium ditemukan dan dihancurkan, katanya.

Pasukan menangkap sejumlah gerilyawan yang terluka setelah pertempuran itu, kata ISAF dalam pernyataan tersebut, dan tidak ada warga sipil atau prajurit yang cedera.

"Operasi pasukan gabungan ini merupakan pukulan telak lain terhadap jaringan Taliban," kata Kolonel William Maxwell, kepala Pusat Operasi Gabungan ISAF.

Juga Kamis, NATO mengumumkan korban tewas pertama prajuritnya pada bulan ini. Prajurit yang kewarganegaraannya belum diumumkan itu tewas dalam serangan gerilya di Afghanistan selatan.

Para komandan NATO telah memperingatkan negara-negara Barat agar siap menghadapi jatuhnya korban karena mereka sedang melaksanakan strategi untuk mengakhiri perang lebih dari delapan tahun di negara itu.

Marinir AS memimpin 15.000 prajurit AS, NATO dan Afghanistan dalam Operasi Mushtarak yang bertujuan menumpas militan, yang diluncurkan menjelang fajar Sabtu (13/2) untuk membuka jalan agar pemerintah Afghanistan bisa mengendalikan lagi daerah Helmand penghasil opium.

Ofensif itu dikabarkan mendapat perlawanan sengit dari Taliban, yang melancarkan serangan-serangan dari balik tameng manusia dan memasang bom pada jalan, bangunan dan pohon.

Saat ini terdapat lebih dari 140.000 prajurit internasional, terutama dari AS, yang ditempatkan di Afghanistan untuk membantu pemerintah Presiden Hamid Karzai mengatasi pemberontakan yang dikobarkan sisa-sisa Taliban.

Taliban, yang memerintah Afghanistan sejak 1996, mengobarkan pemberontakan sejak digulingkan dari kekuasaan di negara itu oleh invasi pimpinan AS pada 2001 karena menolak menyerahkan pemimpin Al-Qaeda Osama bin Laden, yang dituduh bertanggung jawab atas serangan di wilayah Amerika yang menewaskan sekitar 3.000 orang pada 11 September 2001.

Pasukan Bantuan Keamanan Internasional (ISAF) pimpinan NATO berkekuatan lebih dari 84.000 prajurit yang berasal dari 43 negara, yang bertujuan memulihkan demokrasi, keamanan dan membangun kembali Afghanistan, namun kini masih berusaha memadamkan pemberontakan Taliban dan sekutunya.

Kekerasan di Afghanistan mencapai tingkat tertinggi dalam perang lebih dari delapan tahun dengan gerilyawan Taliban, yang memperluas pemberontakan dari wilayah selatan dan timur negara itu ke ibukota dan daerah-daerah yang sebelumnya damai.

Delapan setengah tahun setelah penggulingan Taliban dari kekuasaan di Afghanistan, lebih dari 40 negara bersiap-siap menambah jumlah prajurit di Afghanistan hingga mencapai sekitar 150.000 orang dalam kurun waktu beberapa bulan, dalam upaya baru memerangi gerilyawan.

Sekitar 520 prajurit asing tewas sepanjang 2009, yang menjadikan tahun itu sebagai tahun paling mematikan bagi pasukan internasional sejak invasi pimpinan AS pada 2001 dan membuat dukungan publik Barat terhadap perang itu merosot.

Gerilyawan Taliban sangat bergantung pada penggunaan bom pinggir jalan dan serangan bunuh diri untuk melawan pemerintah Afghanistan dan pasukan asing yang ditempatkan di negara tersebut.

Bom rakitan yang dikenal sebagai IED (peledak improvisasi) mengakibatkan 70-80 persen korban di pihak pasukan asing di Afghanistan, menurut militer.(*)

(Uu.M014/R009)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2010