"Oleh karena, jaksa agung ini tidak sah atau kata lain ilegal, maka secara hukum segala tindakan yang dilakukannya dengan mengatasnamakan dirinya sebagai jaksa agung secara hukum adalah tidak sah juga," katanya, saat hendak meninggalkan Gedung Bundar, Kejagung, Jakarta, Kamis.
Sebelumnya, mantan Menteri Hukum dan HAM itu, menolak untuk diperiksa oleh penyidik Kejagung, sebagai tersangka terkait kasus dugaan korupsi pada Sistem Administrasi Badan Hukum yang merugikan keuangan negara Rp420 miliar.
Yusril menjelaskan ketika Presiden Susilo Bambang Yudhoyono berakhir masa jabatannya pada 20 Oktober 2009, seluruh anggota kabinet diberhentikan dengan hormat dari jabatannya kecuali Jaksa Agung Hendarman Supandji.
"Hendarman Supandji terus menjadi jaksa agung hingga sekarang, tanpa pernah dilantik. Padahal dia sebelumnya dilantik sebagai Jaksa Agung Kabinet Indonesia Bersatu," katanya.
Ia mengatakan sikap presiden yang tidak memberhentikan jabatan jaksa agung itu, adalah melanggar ketentuan Pasal 22 Undang-Undang Nomor 16 tahun 2004 tentang Kejaksaan.
Pasal 19 UU Nomor 16 tahun 2004 menegaskan bahwa jaksa agung adalah pejabat negara, jaksa agung diangkat dan diberhentikan oleh presiden.
Sementara Pasal 22 UU Kejaksaan menyatakan bahwa jaksa agung diberhentikan dengan hormat dari jabatannya karena meninggal dunia, permintaan sendiri, sakit jasmani atau rohani terus menerus dan berakhir masa jabatannya.
Disebutkan, dengan tidak diberhentikannya jaksa agung seiring berakhirnya kabinet pemerintah sebelumnya, maka rakyat berhak meminta Kapolri untuk menangkap Hendarman Supandji dan seluruh bawahannya yang diusulkan untuk diangkat oleh presiden.
"Karena selama ini, mereka (jaksa agung) tidak sah dan melawan hukum maka dalam melakukan berbagai tindakan jabatan yang sesungguhnya juga, tidak sah dan ilegal," katanya.
(T.R021/B013/P003)
Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2010