"Satu sen pun pemerintah tidak akan mengambil dari pungutan itu," kata Direktur Jenderal Kekayaan Intelektual Kemenkumham RI Dr Freddy Harris saat dihubungi di Jakarta, Selasa.
Setelah PP 56 tahun 2021 tentang Pengelolaan Royalti Hak Cipta Lagu atau Musik ditandatangani Presiden pada 30 Maret 2021 beragam komentar masyarakat muncul dan beranggapan pemerintah akan mengambil untung dari penarikan royalti tersebut.
Baca juga: Royalti hak cipta lagu diberikan kepada pencipta dan pemegang hak
Padahal, katanya, dengan dikeluarkannya PP 56 tahun 2021 tersebut pemerintah justru berusaha melindungi hak cipta lagu atau musik yang pada akhirnya membantu musisi, penyanyi hingga pemegang hak mendapatkan haknya dari karya yang diciptakan.
Terkait sosialisasi PP 56 tahun 2021 kepada pengusaha restoran, pusat perbelanjaan, kafe, tempat hiburan, hotel dan lain sebagainya sudah dilakukan pemerintah.
Di satu sisi, seharusnya pengusaha yang mengkormersilkan lagu-lagu atau karya musisi Tanah Air terbantu dengan lahirnya PP 56 tahun 2021. Sebab, selama ini mereka dipusingkan dengan banyak kedatangan Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LKMN).
"Bayangkan waktu itu ada delapan LMKN yang semuanya menagih, pengusaha pusing," kata Freddy.
Baca juga: Kemenkumham miris lihat musisi tak dapat hak royalti dari karya cipta
Terkait tarif yang akan dipungut juga bervariasi sebagai contoh pungutan royalti bagi penyelenggara seminar dan konferensi seminar dikenakan biaya sebesar Rp500 ribu per hari.
Untuk kafe dan restoran ditentukan berdasarkan tiap kursi yang dihitung per tahun sebesar Rp60 ribu yang selanjutnya disetorkan kepada pencipta maupun pemegang hak terkait.
Kemudian, tarif royalti bagi kelab malam dan diskotek ditentukan tiap meter per segi per tahun dengan besaran Rp250 ribu untuk pencipta dan Rp180 ribu royalti bagi hak terkait.
Baca juga: Kemenkumham akan buat pusat data lagu dan musik untuk transparansi
Pewarta: Muhammad Zulfikar
Editor: Joko Susilo
Copyright © ANTARA 2021