"Tuntaskan dulu reformasi TNI, baru setelah itu mendapatkan hak pilih dalam Pemilu 2014," katanya di Surabaya, Rabu.
Menurut dia, selama agenda reformasi TNI belum tuntas, maka TNI akan terjebak dalam konflik kepentingan karena TNI masih memegang kendali teritorial.
"Lembaga teritorial di lingkungan TNI, seperti Koramil di tingkat kecamatan dan Kodim di tingkat kabupaten/kota harus dihapus dulu. Lembaga teritorial di bawah TNI itu sangat berpotensi menyeret pejabat TNI aktif di partai politik," kata staf pengajar Pascasarjana Unair itu.
Selain itu, lanjut Katjung, TNI juga bisa mendapatkan hak pilih, asalkan pelaksanaan pemilu dijamin berlangsung bebas dan rahasia.
"Kalau pemilu sudah benar-benar luber (langsung, umum, bebas, dan rahasia) bolehlah TNI dapat hak pilihnya agar sistem politik di era Orde Baru tidak terulang," katanya.
Ia sangat setuju TNI mendapatkan hak pilih layaknya pegawai negeri sipil (PNS). "Namun, kalau anggota TNI ingin aktif di parpol, entah itu jadi pengurus atau caleg, harus mengundurkan diri, seperti yang berlaku bagi PNS," katanya.
Sebenarnya sudah lama TNI ingin mendapatkan hak suara dalam pemilu seiring dengan dihapuskannya Fraksi TNI/Polri di DPR dan DPRD.
"Seharusnya ketika Fraksi TNI/Polri itu dihapus secara otomatis hak pilih anggota TNI dikembalikan. Namun, hal itu tidak bisa dilaksanakan karena agenda reformasi belum tuntas," katanya.
Apalagi, TNI mendapatkan tugas dan bertanggung jawab penuh atas keamanan negara.
(T.M038/I007/P003)
Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2010