Jakarta (ANTARA) - Setelah melalui proses pembahasan yang panjang yang melibatkan banyak pemangku kepentingan, Pemerintah akhirnya mengumumkan kebijakan larangan mudik lebaran tahun ini.
Bukan tanpa alasan kebijakan tersebut pada akhirnya diputuskan, meski wajar jika larangan tersebut mendatangkan kekecewaan tersendiri bagi mereka yang ingin pulang ke kampung halaman dan menghabiskan waktu dengan keluarga handai taulan tercinta. Mengingat setahun silam kebijakan serupa juga diambil.
Namun, keputusan itu tetap diambil mempertimbangkan pengalaman-pengalaman yang sebelumnya dimana setiap libur panjang kasus COVID-19 setelahnya naik.
Deputi Bidang Koordinasi Peningkatan Kualitas Kesehatan dan Pembangunan Kependudukan Kementerian Koordinator bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK) drg. Agus Suprapto, M.Kes., mengungkapkan alasan di balik diberlakukannya larangan mudik lebaran pada 6 – 17 Mei 2021.
Ia mengatakan bahwa hampir pada setiap libur panjang selalu terjadi kenaikan kasus maupun kematian akibat terpapar COVID-19.
Menurut Agus, pada liburan panjang libur Idul Fitri 2020, Agustus 2020, Oktober 2020, dan libur Natal dan Tahun Baru, terjadi kenaikan kasus COVID-19 dari 37-93 persen.
Sementara persentase kenaikan kematiannya mencapai 6-75 persen dengan jeda waktu kenaikan kasus berkisar 10-14 hari setelah libur panjang. Sementara dampak kasus baru akan terlihat minimal dalam 3 pekan ke depan.
Diakui Deputi 3 PMK itu, jika jumlah dan persentase kasus aktif di tingkat nasional saat ini terus mengalami penurunan. Namun ia mengingatkan, bahwa persentase kematian COVID-19 masih bertahan lebih dari 2,7 persen atau di atas angka kematian global 2,16 persen
“Penularan kasus COVID-19 di Indonesia masih masuk dalam kategori penularan komunitas, sehingga bila abai dalam pencegahan penularan, maka akan mudah terjadi peningkatan kasus,” kata Agus.
Berdasarkan alasan itulah dan untuk mengendalikan penyebaran kasus COVID-19, pemerintah mengambil kebijakan untuk melarang mudik Hari Raya Idul Fitri 1442 H, yang berlaku selama 12 hari yaitu pada 6 – 17 Mei 2021.
Larangan mudik Idul Fitri 1442 H ini, tidak hanya berlaku bagi PNS, TNI, Polri, dan Pegawai BUMN/BUMD, tetapi juga berlaku untuk masyarakat umum. “Tidak boleh bepergian selama periode ini kecuali ada keperluan mendesak,” kata Agus.
Pengecualian larangan bepergian, lanjut Agus, diberlakukan untuk PNS, TNI, Polri, BUMN/BUMD yang melakukan perjalanan dinas (memiliki surat tugas yang ditandatangani pejabat setingat eselon 2), dan surat keterangan kepala desa/kelurahan bagi masyarakat yang memiliki keperluan mendesak.
Menurut Agus, pemeriksaan dokumen Surat Izin Perjalanan akan dilakukan di berbagai titik, yaitu pintu kedatangan, pintu kontrol di rest area, perbatasan kota besar, dan di titik-titik penyekatan.
Upaya Pencegahan
Sementara itu Polri menyatakan kesiapannya untuk mengamankan pelaksanaan larangan mudik Idul Fitri 1422 H ini.
Kadiv Humas Polri Irjen Pol. Prabowo Argo Yuwono menyebutkan, Polri akan melakukan pencegahan terkait larangan mudik pada lebaran tahun ini.
Korlantas Polri pun akan membuka kemungkinan dilakukan penyekatan kembali dengan Operasi Yustisi. Di samping juga Polri akan bersinergi dengan berbagai stakeholders untuk melakukan tindakan pencegahan tegas dan humanis.
Meskipun mengecewakan, masyarakat tetap diimbau agar mematuhi larangan mudik lebaran kali ini. Larangan mudik ibarat jamu. “Pahit memang tidak dapat berjumpa dengan orang terkasih di hari yang fitri, namun yakinlah bahwa banyak manfaat di balik pahit yang dirasa,” kata Argo.
Sementara Karobinops Polri Brigjen Pol. Roma Hutajulu menyampaikan, Polri akan menggelar empat operasi untuk pencegahan arus mudik sejak awal Ramadhan hingga usai Lebaran. Tujuannya untuk mengendalikan arus mobilisasi masyarakat selama masa Idul Fitri 1442H.
Kebaikan Bersama
Faktanya kini Pemerintah memang telah mengeluarkan keputusan pelarangan mudik lebaran tahun 2021 bagi ASN, TNI, Polri, pegawai BUMN, dan pegawai swasta yang disikapi beragam oleh masyarakat. Menurut Juru Bicara Satgas Penanganan COVID-19 Prof Wiku Adisasmito, keputusan yang diambil ini tidaklah mudah.
Namun, keputusan ini diambil pemerintah demi mencegah terjadinya lonjakan kasus COVID-19. Lonjakan yang kerap terjadi akibat beberapakali momentum libur panjang yang terjadi selama tahun 2020 termasuk libur Natal dan Tahun Baru. Karena jika angka kasus kembali naik, maka berdampak langsung terhadap keterisian tempat tidur rumah sakit.
"Dan yang paling kita takutkan tentunya adalah naiknya angka kematian," kata Wiku.
Melihat perkembangan penanganan COVID-19 saat ini, Indonesia telah berhasil menurunkan penambahan kasus baru COVID-19 selama beberapa bulan terakhir.
Sehingga diharapkan dengan adanya pelarangan mudik lebaran dapat mencegah transmisi virus COVID-19 dari orang perorang akibat tingginya mobilitas masyarakat yang berpindah dari satu tempat ke tempat yang lainnya.
"Keputusan untuk mengeluarkan kebijakan larangan mudik, bukanlah keputusan yang mudah. Terlebih mengingat, ini adalah momentum kedua lebaran, yang kita lewati di tengah masa pandemi," kata Wiku.
Meski demikian, keputusan tegas ini harus diambil pemerintah setelah melalui pertimbangan risiko untuk dampak jangka panjang. Dan hal ini dilakukan demi kebaikan bersama. Dan masyarakat diharapkan mentaati keputusan ini agar Indonesia segera terbebas dari Pandemi COVID-19.
Kebijakan yang tak mudah namun mesti diterima bersama itu kemudian diharapkan akan mengantarkan kelak masyarakat agar bisa kembali berkumpul bersama keluarga di perayaan-perayaan besar berikutnya. Ketika itu Indonesia diharapkan telah mampu menekan angka penyebaran dan mengatasi pandemi COVID-19.
Baca juga: Ada larangan mudik, konsumsi pangan di Jabodetabek diprediksi naik
Baca juga: Menyikapi peniadaan mudik Lebaran 2021
Baca juga: ASDP dukung larangan mudik Lebaran 2021
Copyright © ANTARA 2021