Anggota DPD dari Nusa Tenggara Timur (NTT) Sarah Lery Mboeik di Kupang, Rabu mengatakan, selain pemukiman jauh dari akses listrik, juga warga eks pengungsi tidak memiliki kemampuan untuk membayar pemasangan listrik, jika bukan ditanggung pemerintah.
Padahal, katanya, dengan adanya listrik warga eks pengungsi bisa membuka usaha kecil-kecilan seperti membuat es dan anak-anak bisa belajar.
Warga eks pengungsi yang menetap di Kupang saja, katanya, sulit memperoleh akses listrik, apalagi ribuan orang yang tinggal di Kabupaten Belu, wilayah yang berbatasan dengan Timor Leste.
Dia mengatakan, negara belum memenuhi hak-hak dasar eks pengungsi, terutama mereka yang menetap di wilayah perbatasan. Situasi ini,tidak boleh berlangsung terus menerus, karena bisa menjadi bom waktu yang sewaktu-waktu meledak.
Jangan heran, katanya, kalau dari sekarang saja ada warga eks pengungsi yang menyatakan keinginan untuk mencari suaka ke negara lain, karena situasi yang mereka hadapi di kamp sangat sulit, sampai-sampai Atambua, menjadi satu-satunya kota di NTT yanga mempunyai pengemis anak-anak dari kalangan eks pengungsi.
Selain listrik, seorang koordinator kamp di Tuapukan, sekitar 20 km arah timur Kupang Marcelino Lopez juga mengeluhkan masalah air bersih.
"Belum pernah ada bantuan air bersih untuk kami di Kamp Tuapukan. Kami berusaha menggali sumur dan akhirnya dapat satu sumur sedalam 30 meter, yang kami pakai selama ini untuk berbagai keperluan," kata Marcelino.
(ANT/A024)
Editor: AA Ariwibowo
Copyright © ANTARA 2010