"Gak ada yang borong majalah. Dari mana polisi punya duit untuk memborong majalah sebanyak itu," katanya di Jakarta, Selasa.
Aritonang justru mengatakan bahwa tuduhan Polri yang memborong majalah itu hanya merupakan strategi pemasaran agar majalah itu dicari masyarakat.
Menurut dia, jika benar ada pihak yang memborong majalah itu maka itu bagian dari upaya untuk menutup keterbukaan informasi kepada masyarakat.
"Nah, Polri tetap konsisten mendukung keterbukaan informasi," katanya.
Dalam edisi itu, Tempo menyebutkan adanya enam jenderal polisi dan beberapa perwira menengah yang memiliki rekening bank berisi puluhan miliar bahkan hingga Rp54 miliar padahal gajinya tidak sampai Rp10 juta per bulan.
Sementara itu, Kapolda Jawa Tengah, Irjen Pol Alex Bambang Riatmodjo, membantah bahwa salah satu anak buahnya yakni Kapolwiltabes Semarang Kombes Pol Edward Syah Pernong memiliki rekening yang jumlahnya mencurigakan.
"Sebagai atasan, saya sudah menanyakan langsung kepada Kombes Edward dan yang bersangkutan mengatakan bahwa berita tersebut tidak benar," kata Kapolda di sela kunjungan bersama jajaran Polda Jateng ke sejumlah pasar tradisonal di Kota Semarang, Selasa.
Pemimpin Redaksi Majalah Tempo, Wahyu Muryadi menyesalkan adanya upaya menghilangkan majalah Tempo di pasaran dengan cara memborong habis.
"Secara ekonomi, kita untung tapi itu tidak penting karena hal itu berarti menghilangkan hak masyarakat untuk tahu," ujarnya.
Menurut dia, jika ada masyarakat yang tidak setuju dengan isi pemberitaan Tempo maka tidak seharusnya memborong majalah itu dan lebih baik menggunakan hak jawab, mengadu ke Dewan Pers atau jalur hukum.
Kasus majalah hilang di pasaran, kata Muryadi, merupakan yang kedua kali karena beberapa waktu yang lalu ada Majalah Tempo diborong orang karena memuat laporan kelangkaan minyak.
Untuk mengganti majalah yang diborong itu, Tempo akan mencetak ulang majalah itu sejumlah yang hilang di pasaran.
(S027/S026)
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2010