Jakarta (ANTARA) - Mantan Anggota IV BPK Rizal Djalil dituntut 6 tahun penjara ditambah denda Rp250 juta subsider 3 bulan kurungan karena diduga menerima suap sejumlah 100 ribu dolar Singapura (Rp1 miliar) dari pengusaha.
Suap tersebut berasal dari Leonardo Jusminarta Prasetyo selaku pemilik PT Minarta Dutahutana karena mendapatkan proyek pembangunan Jaringan Distribusi Utama Sistem Penyediaan Air Minum Ibu kota Kecamatan (JDU SPAM IKK) Hongaria paket 2 pada Direktorat Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum (PSPAM) Direktorat Jenderal (Ditjen) Cipta Karya Kementerian Pekerjaan Umum Perumahan Rakyat (PUPR).
"Menuntut supaya majelis hakim pengadilan tindak pidana korupsi (Tipikor) menyatakan terdakwa Rizal Djalil terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi. Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Rizal Djalil selama 6 tahun penjara ditambah denda Rp250 juta subsider 3 bulan kurungan," kata jaksa penuntut umum (JPU) KPK Arin Kurnia Sari di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Senin.
Tuntutan tersebut berdasarkan dakwaan pertama dari pasal pasal 12 huruf b UU No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
"Hal yang memberatkan, perbuatan terdakwa tidak mendukung upaya pemerintah yang sedang giat-giatnya melakukan pemberantasan korupsi, terdakwa tidak berterus terang, terdakwa mencoreng lembaga BPK RI. Hal yang meringankan terdakwa belum pernah dihukum," tambah jaksa Arin.
Selain tuntutan pidana, JPU KPK juga meminta agar Rizal Djalil membayar uang pengganti sebesar Rp1 miliar.
"Menjatuhkan pidana tambahan terhadap terdakwa Rizal Djalil untuk membayar uang pengganti sejumlah Rp1 miliar kepada negara selambat-lambatnya 1 bulan setelah putusan berkekuatan hukum tetap, jika dalam waktu tersebut tidak dibayar maka harta benda terdakwa disita dan dilelang oleh jaksa, bila tidak mencukupi maka terdakwa dipidana penjara selama 1 tahun," ungkap jaksa Arin.
Baca juga: Bekas anggota BPK Rizal Djalil didakwa terima suap Rp1,3 miliar
JPU juga meminta agar Rizal Djalil untuk dicabut haknya dalam jabatan publik selama jangka waktu tertentu.
"Mencabut hak terdakwa dalam menduduki jabatan publik selama 3 tahun setelah selesai menjalani pemidanaan pokok," tambah jaksa Arin.
Dalam perkara ini, Rizal Djalil mengenal Leonardo dalam acara kedinasan di Bali pada 2016 saat diperkenalkan mantan adik ipar Rizal bernama Febi Festia.
Dua minggu kemudian, Leonardo diantarkan Febi bertamu ke rumah Rizal dan Leonardo memperkenalkan diri sebagai lulusan Australia dan ingin mengerjakan proyek-proyek di Kementerian PUPR melalui perusahaan PT Minarta Dutahutama.
Pada Oktober 2016, Rizal lalu memanggil Direktur Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum (Direktur PSPAM) Kementerian PUPR Mochammad Natsir dan menyampaikan ada temuan dari pemeriksaan pembangunan tempat evakuasi sementara di provinsi Banten. Namun Natsir mengatakan proyek itu bukan di Direktorat PSPAM.
Rizal juga mengatakan akan ada stafnya yang menghubungi Natsir. Selanjutnya Leonardo dan Febi datang ke kantor Natsir dan memperkenalkan diri sebagai orang yang dimaksud Rizal.
Natsir kemudian menyampaikan pesan kepadan Kepala Satuan Kerja (Kasatker) SPAM Strategis Tampang Bandaso bahwa ada proyek di Direktorat PSPAM yang diminati Rizal melalui kontraktor benrama Leonardo Jusminarta Prasetyo.
Baca juga: KPK tahan mantan anggota BPK Rizal Djalil
"Terdakwa Rizal Djalil menyalahgunakan kewenangan untuk memperkenalkan Leonardo kepada Natsir atau dengan kata lain Leonardo menjadi representasi Rizal Djalil sehingga keinginan Leonardo dipenuhi Natsir dan anak buahnya," tambah jaksa.
Pada pertengahan 2017, Leonardo meminta Direktur Teknis dan Pemasaran PT Minarta Misnan Miskiy menyiapkan dokumen untuk proyek pembangunan JDU SPAM IKK Hongaria Paket 2.
PT Minarta lalu dinyatakan sebagai pemenang lelang proyek Hongaria 2 TA 2017-2018 yang lokasi pengerjaannya di wilayah Pulau Jawa meliputi Banten, Jawa Barat, DI Yogyakarta dan Jawa Timur yang total nilainya Rp75,835 miliar.
Pada Maret 2018, Leonardo meminta karyawan PT Minarta bernama Yudi Yordan mengantarkan uang ke rumah Febi Festia sejumlah 100 ribu dolar Singapura dan 20 ribu dolar AS sambil berkata "Ini titipan 'dokumen' dari Pak Leo".
Febri Festia kemudian menerima amplop berisi uang tersebut dan menukarkan uang 100 ribu dolar Singapura itu ke mata uang rupiah mencapai Rp1 miliar. Febi lalu menyerahkan uang itu kepada anak Rizal bernama Dipo Nurhadi Ilham pada 21 Maret 2018 di Transmart Cilandak sambil berkata "titip ini buat ayah" sedangkan uang 20 ribu dolar AS dari Leonardo dipergunakan untuk keperluan pribadi Febi Festia.
Setelah menerima uang itu, Rizal pada April 2018 memanggil Direktur Jenderal Cipta Karya Sri Hartoyo, Direktur Pengembangan Penyehatan Lingkungan Permukiman Dodi Krispratmadi dan Sesdirjen Cipta Karya Rina. Rizal menyampaikan agar Leonardo diberi pekerjaan yang besar dan memberitahukan bahwa Leonardo akan menghubungi Sri Hartoyo.
Setelah adanya penerimaan uang dari Leonardo, Rizal pada Juni 2018 memerintahkan tim audit agar laporan hasil PDTT proyek di lingkungan Ditjen Cipta Karya PUPR, termasuk proyek di SPAM Strategis tahun 2014, 2015 dan 2016 segera diselesaikan.
Sidang dilanjutkan dengan agenda pembancaan nota pembelaan (pledoi) pada Senin, 19 April 2021. Terkait perkara ini, Leonardo sudah divonis 2 tahun penjara.
Baca juga: Pengusaha penyuap anggota BPK divonis 2 tahun penjara
Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: Joko Susilo
Copyright © ANTARA 2021