Jakarta (ANTARA News) - Kejaksaan Agung menetapkan tiga tersangka baru kasus dugaan korupsi dalam divestasi saham PT Kaltim Prima Coal (KPC) ke PT Kutai Timur Energi ( KTE) yang merugikan keuangan negara sebesar Rp546 miliar.

"Kita menetapkan tiga tersangka divestasi saham, dua dari swasta dan satu dari pegawai pajak," kata Direktur Penyidikan pada Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus, Arminsyah, di Jakarta, Senin.

Sebelumnya, Kejagung sudah menetapkan dua tersangka dalam kasus divestasi saham itu, yakni, Dirut PT KTE, adalah Anung Nugroho dan Direktur PT KTE yakni Afidian Triwahyudi.

Arminsyah menjelaskan, tersangka dari pegawai pajak itu, terkait dengan pengurusan pajak, supaya PT KTE tidak terkena pajak yang besar.

Ia menambahkan, PT KTE mengeluarkan uang Rp25 miliar untuk menyuap pegawai pajak itu.

"Kita sudah ada buktinya transfer uang, yakni bukti bahwa ada penyuapan untuk menghindari pajak," katanya.

Kasus tersebut bermula dari divestasi 51 persen saham PT KPC seperti yang diatur dalam Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batu Bara (PKP2 B).

Pelaksanaan divestasi itu tidak berjalan mulus hingga Pemprov Kaltim membawa masalah tersebut ke tingkat arbitrase internasional. Kemudian proses arbitrase terhenti ketika Pemprov Kaltim berjanji menghentikan gugatan, asalkan KPC memberikan dana kompensasi sekitar Rp300 miliar.

Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Kutai Timur telah membeli 18 ,6 persen saham KPC atau senilai 104 juta dolar AS, pembelian tersebut guna merealisasikan divestasi saham KPC sesuai ketentuan pemerintah 51 persen.

Dari 51 persen saham itu dibagi untuk pemerintah pusat 20 persen dan 31 persen untuk pemerintah daerah setempat.

Porsi untuk pemerintah daerah dibagi lagi untuk Pemkab Kutai Timur 18 ,6 persen dan Pemprov Kaltim 12 ,4 persen.

Namun saham Pemkab Kutai Timur sebesar 18 ,6 persen dijual kembali 13 ,6 persen oleh Bupati Kutai Timur yang saat itu Mahyuddin hingga saham yang tersisa hanya lima persen.

Penjualan saham Pemkab Kutai Timur kepada PT KTE tersebut tidak melalui prosedur yang berlaku, termasuk persetujuan dari anggota dewan setempat.

(T.R021/S026)

Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2010