Bishkek (ANTARA News/AFP) - Pemerintah Kyrgyzstan, Ahad, memuji kedatangan sangat banyak pemilih dalam referendum konstitusi, dan mengecam para "peragu" termasuk Presiden Rusia Dmitry Medvedev, yang memperingatkan negara itu berisiko bubar.
Wakil pemimpin pemerintah sementara Omurbek Tekebayev mengatakan dinas intelijen asing telah menyebarkan pandangan bahwa demokrasi parlementer yang dimimpikan dalam referendum itu tidak cocok dengan Kyrgyzstan.
"Beberapa pejabat penting dari negara yang berbeda telah membicarakan mengenai kemungkinan `Afghanistanisasi Kyrgyzstan`, mengenai bubarnya negara ini. Saya maksudkan pernyataan oleh Presiden Dmitry Medvedev dan yang lain," kata Tekebayev.
"Mungkin mereka salah diberi informasi, bahwa mereka dengan membabi-buta mempercayai para pejabat dari dinas khusus mereka yang telah lama di dinas oligarki lokal."
Ia juga menyerang "para pengamat politik dan akademisi terkenal" karena meragukan bahwa "negara demokratis dapat dibangun di negara ini".
"Saya pikir keraguan seperti itu tak berdasar. Itu bahkan menghina," ia menambahkan.
Komentarnya itu merupakan salah satu serangan terkeras oleh seorang pejabat Kyrgyzstan terhadap Medvedev, yang mengatakan pada konferensi pers di Washington pekan lalu bahwa "sesuatu dapat memburuk di Kyrgzstan, bahkan nergara itu dapat tercerai-berai".
Para pengamat penting Barat, termasuk Human Rights Watch dan Kelompok Krisis Internasional, juga telah menyampaikan keberatan sekali atas penyelenggraan referendum segera setelah bentrokan etnis mematikan bulan ini.
Tekebayev memuji kedatangan awal pemilih di atas 26 persen dalam referendum Ahad sebagai "belum pernah terjadi sebelumnya".
"Ini menolak isapan jempol bahwa Kyrgyzstan akan runtuh, bahwa akan ada perang saudara," tegasnya.
Korban tewas resmi karena bentrokan antara minoritas Uzbek dan mayoritas Kyrgyz sebesar 175 orang, tapi beberapa pejabat menyatakan jumlah sebenarnya dapat mencapai 2.000 orang.
Selain korban tewas, hampir 2.000 orang juga dilaporkan telah terluka. Ratusan ribu orang terlantar, termasuk sekitar 100.000 orang yang mengungsi di negara tetangga Uzbekistan, yang menurut laporan teakhir, telah kembali ke Kyrgyzstan.
(Uu.S008/C003/P003)
Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2010