Dumai (ANTARA News) - Ritual bakar tongkang yang diselenggarakan warga etnis tonghoa di Bagansiapiapi, Provinsi Riau, setiap bulan Juni, menurut warga disana memiliki makna tersendiri.
Para leluhur yang menemukan Bagansiapiapi bertekad untuk tidak kembali ketempat asal dengan membakar kapal tongkang yang mereka gunakan untuk tinggal selamanya di Bagansiapiapi.
Makna dari pembakaran kapal adalah upacara peringatan atas dewa laut Ki Ong Yan dan Tai Su Ong yang merupakan sumber dua sisi, antara baik dan buruk, suka dan duka, serta rejeki dan malapetaka.
"Dari kepercayaan etnis Tionghua Bagansiapiapi bahwa dewa telah membawa para lelulur dengan selamat hingga sampai dan menetap di Kota Bagansiapiapi, akibat terjadinya perang saudara di Tiongkok beberapa ratus tahun lalu," ujar Ketua Bakar Tongkang, Jonatan, Senin, di Bagansiapiapi.
Menurutnya, inti terpenting dalam peringatan bakar tongkang yakni suksesnya para leluhur membawa keluarga mereka menetap di daerah perantauan sampai saat ini.
Dia juga mengatakan, bakar tongkang atau dalam istilah Tionghua dengan sebutan `go ge cap lak` dapat diartikan dengan 15-16 bulan 5 penangalan Imlek. Atas dasar itu tradisi bakar tongkang wajib dan harus dilaksanakan setiap tahunnya.
Manfaat yang didapat warga Tionghoa dalam perayaan ini menurutnya adalah kesuksesan dalam meniti hidup dan kehidupan.
Dalam kepercayaan yang dianut jika acaranya tidak diikuti maka hidup seperti kekurangan tanpa arah serta tujuan, selain itu kesuskesan yang diraih tidak akan ada artinya.
"Bagi warga Tionghoa asal Bagansiapiapi yang sukses diperantauan tetap akan datang menyaksikan ritual leluhur ini. Sebab kegiatan ini menjadi kepuasan tersendiri bagi yang memaknainya," tambah Sekretaris Panitia ritual bakar tongkang, Shanty, yang mendampingi Jonatan.
Terlaksannya kegiatan ritual tahunan ini menurutnya juga atas sumbangsih para donatur, sebab ritual ini banyak menelan biaya yang jumlahnya cukup besar terutama donatur dari luar daerah seperti Amerika, Inggris, Malaysia, Singapura, Taiwan dan Jakarta.
(ANT/A024)
Editor: AA Ariwibowo
Copyright © ANTARA 2010