Seoul (ANTARA News/Reuters) - Korea Utara hari Minggu menyatakan siap melakukan perundingan militer langsung dengan Korea Selatan untuk membahas tenggelamnya kapal perang Seoul, namun hanya jika komisi gencatan senjata yang mengawasi penghentian Perang Korea tidak terlibat.

Korea Selatan menyatakan, Kamis, mereka akan terus berusaha mendorong Dewan Keamanan PBB mengeluarkan sebuah resolusi terhadap Korea Utara yang dituduh menenggelamkan kapal angkatan lautnya pada Maret.

"Jika pemerintah Korea Selatan menyetujui usul kami, maka kami akan segera datang untuk melakukan kontak kerja bagi pembukaan perundingan militer," kata kantor berita Korea Utara KCNA.

"Pihak pasukan AS tidak boleh lagi campur tangan dalam masalah hubungan (Korea) Utara-Selatan dengan mengatasnamakan `Komando Pasukan PBB`," katanya.

Sebuah tim dari Komando PBB yang dipimpin AS sedang menyelidiki apakah Korea Utara telah melanggar gencatan senjata Perang Korea dengan tenggelamnya kapal Korea Selatan Cheonan -- sebuah penyelidikan yang dikecam Korea Utara sebagai "mekanisme palsu".

Militer Korea Utara telah mengusulkan pengiriman sebuah tim pengawas militer untuk meninjau penyelidikan multinasional mengenai tenggelamnya Cheonan, namun Korea Selatan menolak saran itu dan menuntut Korea Utara meminta maaf tanpa syarat dan berjanji mengakhiri provokasi.

Presiden AS Barack Obama mengatakan setelah pertemuan dengan Presiden Korea Selatan Lee Myung-bak di sela-sela pertemuan puncak para pemimpin G20 di Toronto, Korea Utara akan menghadapi konsekuensi atas insiden tersebut, dan ia mendesak Dewan Keamanan PBB mengutuknya.

Ketegangan meningkat sejak tenggelamnya sebuah kapal perang Korea Selatan, Cheonan, pada 26 Maret, yang disebut-sebut ditorpedo oleh kapal selam Korea Utara.

Dewan Keamanan PBB pekan lalu mengungkapkan keprihatinan yang dalam atas penenggelaman kapal perang Korea Selatan yang menewaskan 46 orang pada Maret namun pernyataan awal DK yang hati-hati itu tidak menyebutkan siapa pelakunya.

Hubungan antara kedua negara Korea itu memanas akhir-akhir ini terkait dengan tenggelamnya kapal Korea Selatan itu.

Jumat (4/6), Korea Selatan menyerahkan surat keluhan ke Dewan Keamanan PBB mengenai penenggelaman sebuah kapal perangnya oleh Korea Utara pada Maret dan meminta tindakan, kata sejumlah diplomat.

Duta Besar Korea Selatan untuk PBB Park In-kook menyerahkan surat itu kepada Dubes Meksiko Claude Heller, yang bulan ini menjadi presiden DK yang beranggotakan 15 negara, kata mereka.

Dalam sebuah pernyataan singkat kepada wartawan, Park tidak memberikan penjelasan terinci mengenai apa yang Seoul ingin DK lakukan atau kapan mereka menghendaki sebuah pertemuan.

"Kami ingin DK melakukan tindakan yang sesuai dengan gentingnya situasi," katanya.

Penyelidik internasional pada 20 Mei mengumumkan hasil temuan mereka yang menunjukkan bahwa sebuah kapal selam Korea Utara menembakkan torpedo berat untuk menenggelamkan kapal perang Korea Selatan itu, dalam apa yang disebut-sebut sebagai tindakan agresi paling serius yang dilakukan Pyongyang sejak perang Korea 60 tahun lalu.

Sebanyak 46 orang awak Korea Selatan tewas ketika kapal perang itu tenggelam di dekat perbatasan Laut Kuning yang disengketakan dengan wilayah utara pada Maret lalu dalam kondisi misterius setelah ledakan yang dilaporkan.

Korea Selatan mengumumkan serangkaian pembalasan yang mencakup pemangkasan perdagangan dengan negara komunis tetangganya itu.

Korea Utara membantah terlibat dalam insiden tersebut dan membalas tindakan Korea Selatan itu dengan ancaman-ancaman perang.

Seorang diplomat Korea Utara mengatakan, Kamis (3/6), ketegangan di semenanjung Korea setelah tenggelamnya kapal perang Korea Selatan begitu tinggi sehingga "perang bisa meletus setiap saat".

Dalam pernyataan pada Konferensi Internasional mengenai Perlucutan Senjata, wakil utusan tetap Korea Utara untuk PBB di Jenewa, Ri Jang-Gon, menyalahkan "situasi buruk" itu pada Korea Selatan dan AS.

"Situasi semenanjung Korea saat ini begitu buruk sehingga perang bisa meletus setiap saat," katanya.

Kedua negara Korea itu tidak pernah mencapai sebuah perjanjian pedamaian sejak perang 1950-1953 dan hanya bergantung pada gencatan senjata era Perang Dingin. (M014/K004)

Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2010