Jakarta (ANTARA News) - Pekan depan menjadi hari-hari yang menentukan bagi Andi Nurpati karena Dewan Kehormatan (DK) mulai memproses pemberhentian Andi sebagai anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU).
Andi akan diberhentikan karena sudah tidak memenuhi syarat sebagai anggota KPU. Ia telah bergabung dengan Partai Demokrat, pemenang Pemilu 2009, sebagai pengurus DPP dengan jabatan Ketua Divisi Komunikasi Publik.
Tindakan Andi ini telah melanggar ketentuan dalam pasal 11 huruf i Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2007 tentang Penyelenggara Pemilu yang menyebutkan syarat untuk menjadi anggota KPU adalah tidak pernah menjadi anggota partai politik.
Untuk itu, sesuai pasal 29 ayat 22 UU 22/2007, Andi harus diberhentikan. Pemberhentian Andi sebagai anggota KPU didahului dengan verifikasi oleh Dewan Kehormatan atas rekomendasi Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) yang telah diterima KPU pada Rabu, 23 Juni.
Terhitung sejak 23 Juni, KPU telah menonaktifkan Andi sebagai anggota. Ia tidak dilibatkan pada semua kegiatan dan pengambilan keputusan di KPU. Meski mekanisme penonaktifan ini tidak diatur dalam UU, Ketua KPU Abdul Hafiz Anshary mengatakan KPU harus melakukannya untuk tetap menjaga independensi KPU.
Bahkan, sejak 17 Juni, saat Partai Demokrat mengumumkan Andi sebagai salah satu pengurus DPP, Andi sudah tidak terlibat dalam proses pengambilan keputusan di KPU.
Ketua KPU Abdul Hafiz Anshary, di Jakarta, Rabu (23/6) menegaskan meski Andi menghadiri sejumlah rapat anggota KPU setelah 17 Juni, namun tidak ada satu keputusan pun yang dibuat saat itu.
Andi dinonaktifkan hingga Dewan Kehormatan mengeluarkan rekomendasi pemberhentian. Rekomendasi tersebut kemudian ditindaklanjuti KPU dengan mengeluarkan keputusan pemberhentian sementara Andi sebagai anggota KPU.
"Apabila sudah ada rekomendasi dari Dewan Kehormatan, KPU akan mengeluarkan surat pemberhentian sementara," katanya.
Setelah diberhentikan sementara, Andi masih harus menunggu hingga penerbitan Keputusan Presiden untuk memberhentikan dirinya.
"Anggota KPU diangkat melalui Keputusan Presiden, maka pemberhentiannya juga dengan Keputusan Presiden," kata Hafiz menegaskan.
Kecaman
Langkah Andi untuk meninggalkan KPU sebelum masa jabatannya berakhir, mendapat kecaman dari berbagai pihak. Tidak sedikit yang mengatakan Andi melanggar janji, etika jabatan, tidak mandiri, dan merusak citra KPU.
Ketua Komisi II DPR dari Fraksi Partai Golkar Chairuman Harahap mengatakan tindakan yang dilakukan Andi tidak bertanggung jawab. Andi telah secara sengaja melanggar ketentuan dalam UU demi kepentingan pribadi.
"Sebagai anggota KPU, ia memiliki kewajiban moral dan tanggung jawab. Tetapi ia telah melanggar UU dengan sengaja, dan ini preseden buruk," katanya.
Anggota Komisi II DPR dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Arif Wibowo menuduh Andi tidak independen dan melanggar asas penyelenggaraan pemilu yaitu asas kepastian hukum, mengutamakan kepentingan umum, keterbukaan, proporsionalitas, profesionalitas serta akuntabilitas.
Andi telah membantah tuduhan bahwa ia tidak independen selama menjalankan tugasnya. Ia menegaskan tetap profesional, tidak memihak, dan bekerja sesuai dengan ketentuan dalam undang-undang.
"Tuduhan bahwa saya tidak independen itu tidak relevan, tidak berdasar," katanya saat ditemui di ruang kerjanya pada Jumat (18/6).
Andi yang mengenakan jilbab bewarna merah tua, senada dengan bajunya itu, mengatakan jika memang ada kecurigaan bahwa KPU tidak independen, seharusnya itu bisa dibuktikan melalui putusan-putusan perselisihan hasil pemilu oleh Mahkamah Konstitusi.
Bila kemudian ia memutuskan untuk bergabung dengan partai, Andi menegaskan itu bukan karena balas jasa dari partai. Ia mengatakan itu adalah keputusan pribadinya untuk berkecimpung dalam dunia politik.
Pihak Partai Demokrat juga telah menegaskan bahwa perekrutan Andi sebagai bagian dari pengurus DPP didasarkan pada profesionalitas. Andi dinilai memiliki kemampuan untuk menjabat sebagai salah satu ketua divisi.
Meskipun demikian, komentar-komentar bernada protes tentang Andi terus mengalir, baik dari kalangan pemerhati pemilu, bahkan rekan kerja Andi di KPU.
Langkah Andi ini telah memberikan dampak negatif bagi KPU. KPU dianggap tidak mandiri karena salah satu anggotanya keluar demi menerima `pinangan` oleh partai pemenang Pemilu 2009.
Direktur Eksekutif Centre for Electoral Reform, Hadar Nafis Gumay, juga memiliki pendapat yang sama bahwa apa yang dilakukan Andi tidak benar. Menurut dia, Andi telah merusak KPU.
"Jika ingin bergabung dengan partai kenapa harus sekarang, kenapa tidak menunggu hingga masa jabatannya berakhir, toh itu tidak lama lagi," katanya.
"Apa yang dilakukan Andi ini merusak KPU. Dia malnggar UU, etika, sumpah dan janjinya sebagai anggota KPU," ujarnya.
Rekan kerja Andi sendiri, I Gusti Putu Artha, juga angkat bicara. Menurut Putu Artha, tindakan Andi bergabung dengan partai politik tidak dapat dibenarkan. Fenomena ini mengundang kecurigaan publik bahwa ada agenda terselubung karena anggota KPU tiba-tiba pindah ke partai.
Tetapi ia menegaskan KPU selalu menjaga independensinya. "Jangan karena perilaku salah satu anggota lalu merepresentasikan seluruh lembaga," katanya.
Meski dikatakan tidak independen, melanggar aturan, tidak bertanggung jawab, dan mementingkan diri sendiri, Andi tetap pada keputusannya untuk pindah ke partai.
Menurut dia, tidak ada yang salah dengan langkahnya untuk meninggalkan KPU secara tiba-tiba. Ia mengatakan ingin mencoba sesuatu yang baru dengan masuk dunia yang sudah tidak asing baginya yakni dunia politik.
"Saya senang bekerja di KPU, meskipun demikian saya juga berpikir untuk diri sendiri. Saya berpikir `why not` untuk melakukan hal yang berbeda, saya menyukai tantangan," katanya.
Jika sidang Dewan Kehormatan berjalan dengan cepat maka paling lambat pada Juli 2010, Andi telah diberhentikan sementara.
Dan jika pada bulan yang sama Andi menerima Keputusan Presiden tentang pemberhentian dirinya, maka Andi sudah dapat melangkahkan kakinya ke kantor DPP Demokrat dan meninggalkan semua konsekuensi yang ditimbulkan karena keputusannya.(H017/H-KWR)
Oleh Heppy Ratna
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2010