Jakarta (ANTARA News) - Matahari baru naik hingga di atas kepala, ketika 40 meja dan 160 kursi rotan terisi penuh, padahal satu jam sebelumnya, pelataran di samping gerbang masuk paviliun Indonesia pada ajang World Expo, di Shanghai, China, masih sepi.
Pada saat itu hanya ada lima sampai tujuh pembeli yang keluar dari paviliun untuk membeli minuman dalam kemasan. Selebihnya pengunjung langsung pergi ke paviliun negara lainnya.
Siapa pun yang mengunjungi paviliun Indonesia, pasti melintasi kawasan berisi meja kayu dan kursi rotan warna hitam itu.
Hal itu karena jalur pengunjung memang diarahkan oleh pengelola paviliun, melintasi restoran yang diberi nama Warung Enak.
Sesuai dengan namanya, makanan di Warung Enak agaknya cocok dengan selera pengunjung "World Expo" atau Pameran Dunia, yang sebagian besar merupakan warganegara tuan rumah, China.
Menu nasi rames yang dilengkapi opor ayam, kentang balado, sayur capcay, dan kerupuk, serta menu lain seperti nasi goreng, mie goreng, sup buntut (menu khusus), sate sapi, sate ayam, ayam goreng, dan makanan ringan seperti lumpia, laris manis pada pada jam makan siang bahkan hingga malam hari.
"Makanan favorit di sini, nasi goreng," kata Wakil Direktur Paviliun Indonesia, Pratito Soeharyo ketika ditemui di kantor paviliun Indonesia yang berhadap-hadapan dengan Warung Enak.
Dari dalam kantor paviliun, kami -- wartawan dari Jakarta yang tengah mewawancarainya -- pun segera keluar untuk memesan nasi goreng, karena saat itu sudah pukul 13.30 waktu Shanghai atau pukul 12.30 waktu Indonesia Bagian Barat.
Beruntung masih ada empat piring nasi goreng yang dilengkapi dengan dua tusuk sate dan kerupuk udang.
Koki Khusus
Ada cita rasa berbeda antara nasi goreng Indonesia dan China. Nasi goreng Indonesia memiliki cita rasa khusus dengan campuran kecap manisnya.
Itulah yang menyebabkan nasi goreng Indonesia tampak lebih gelap dibandingkan warna nasi goreng China.
Selain itu, pada masakan lainnya, juga ada rasa berbeda dari masakan China, karena masakan Indonesia menggunakan kunyit dan kemiri sebagai bumbu penambah rasa.
Menurut Tito, sapaan Pratito, pada awal Pameran Dunia berlangsung sejak 1 Mei sampai awal Juni, Warung Enak menggunakan koki dari Hotel Indonesia.
"Tadinya Pak Pandi dari Hotel Indonesia yang masak. Sekarang dia sudah pulang dan kokinya ganti," katanya.
Kendati koki telah berganti, jumlah pengunjung yang makan tidak berkurang dan nasi goreng tetap menjadi makanan favorit restoran itu.
"Setiap hari tidak kurang dari 2.000 porsi makanan terjual di warung itu," ujar Tito.
Harga nasi goreng, mie goreng, nasi rames, dan makanan utama lainnya sebesar 48 yuan. Sedangkan berbagai jenis minuman ringan dan air mineral 10 yuan.
Bisa dihitung berapa omzet per hari Warung Enak, bila rata-rata harga total satu porsi makanan dan minuman sekitar 58 yuan. Omzet warung itu setidaknya mencapai 116 ribu yuan atau sekitar Rp157,18 juta dengan asumsi satu yuan sama dengan Rp1.355.
"Saya makan di sini (Warung Enak) karena kebetulan bertepatan dengan makan siang dan rasanya cocok," kata pengunjung yang sedang menikmati nasi goreng.
Tidak hanya pengunjung yang berasal dari China yang makan di warung tersebut. Nampak 1-2 orang berperawakan bule makan pula di warung itu.
Sedangkan bagi orang Indonesia sendiri, cita rasa masakan Warung Enak kurang pas.
"Nasinya agak keras, dan bumbunya masih terasa ada yang kurang," kata Gandhi Priyambodo, mantan Ketua Persatuan Pelajar dan Mahasiswa Indonesia di Tiongkok (PERMIT). Kendati demikian, satu piring nasi rames habis disantapnya.
Kesulitan
Ada menu yang tertera didinding Warung Enak yang belum bisa dijual dan mengundang tanya pengunjung, yaitu "Indonesian Beer" dan "Indonesian Tea."
Bir Indonesia itu adalah Bir Bintang dan teh yang disebut teh Indonesia itu adalah The Botol yang merupakkan produk industri minuman olahan nasional dan merupakan merek asli dari Indonesia.
Pratito mengatakan banyak produk makanan dan minuman olahan Indonesia yang sampai hampir dua bulan berlangsungnya pameran, belum bisa masuk ke China karena belum keluar izinnya dari karantina negeri itu.
Bahkan, ada beberapa bumbu khas Indonesia seperti kunyit dan kemiri, untuk Warung Enak tidak bisa keluar kepabeanan China pula. Padahal bumbu itu tidak ada penggantinya di China.
Jadi wajar bila masakan Warung Enak, bagi orang Indonesia belum benar-benar bercita rasa sesungguhnya.
"Sebagian besar bumbu berasal dari sini (China). Memang ada yang harus dibawa dari Indonesia yaitu kemiri dan kunyit, serta kecap manis," kata Tito.
Badan karantina China yang ketat, membuat berbagai bumbu dan produk pangan olahan dari Indonesia itu sulit masuk, kendati akan dipakai untuk keperluan Pameran Dunia.
Akibatnya, berbagai produk pangan olahan dari perusahaan nasional Indonesia yang rencananya dijual pada gerai cendramata yang berada di dalam paviliun, tidak bisa dijual. Hanya ada contoh produk dengan tulisan "temporary not sale."
"Izinnya sampai sekarang belum keluar padahal pameran sudah hampir dua bulan berjalan. Kami menghargai peraturan setempat, tapi kami juga berharap mendapat pemberitahuan kapan batas waktunya," ujar Tito mengkritisi kebijakan karantina China.
Pameran Dunia yang diikuti 242 negara dan organisasi internasional itu dimulai sejak 1 Mei dan akan berakhir 31 Oktober tahun ini.
Namun produk pangan olahan khas dan hasil industri Indonesia belum bisa diperkenalkan pada dunia, padahal Pameran Dunia itu diharapkan juga mampu menjadi ajang promosi perdagangan, pariwisata, dan investasi Indonesia.
Tito hanya berharap sebelum pameran berakhir pemerintah China sudah mengeluarkan izin masuk produk nasional tersebut, sehingga pengunjung Pameran Dunia bisa mengenal Indonesia dengan lebih lengkap.
(T.R016/S026)
Oleh Oleh Risbiani Fardaniah
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2010