Tanjungpinang (ANTARA) - Budayawan asal Provinsi Kepulauan Riau Abdul Malik mengemukakan nilai-nilai yang terkandung dalam syair Gurindam 12 dapat menangkal radikalisme.

"Sejumlah pasal dalam Gurindam 12 gubahan Raja Ali Haji mengandung nilai-nilai yang menolak intoleran, kekerasan, radikalisme, dan terorisme," tutur Malik, yang juga mantan Dekan Fakultas Keguruan Ilmu Pendidikan Universitas Maritim Raja Ali Haji, di Tanjungpinang, Sabtu.

Ia menjelaskan Raja Ali Haji di dalam Gurindam 12, Pasal I, bait 3, mengingatkan, "Barang siapa mengenal Allah, suruh dan tegahnya tiada ia menyalah". Artinya, Berarti, radikalisme dan terorisme tidak boleh dilakukan karena tergolong larangan (tegahan) Tuhan.

"Allah melarang manusia membuat kerusakan di muka bumi. Dengan demikian, radikalisme dan terorisme jelas tak dibenarkan oleh Tuhan," ujarnya.

Radikalisme dan terorisme itu, menurut dia, terjadi karena kemarahan yang tidak terkendali. Sikap itu berhubungan dengan Gurindam 12, Pasal IV, bait 4, mengingatkan, "Pekerjaan marah jangan dibela, nanti hilang akal di kepala".

Praktik radikalisme dan terorisme itu menunjukkan gejala pelakunya, seperti tidak mampu lagi menggunakan akal sehatnya, sehingga kemarahannya diluahkan dengan mencelakai orang lain.

Perilaku kekerasan dalam tindak radikalisme itu juga mengindikasikan bahwa pelakunya berperilaku buruk. Berkaitan dengan itu, Gurindam 12, Pasal V, bait 3, mengatakan, "Jika hendak mengenal orang mulia, lihatlah pada kelakuan dia."

"Perbuatan (kelakuan) radikal dan terorisme itu adalah perilaku buruk karena membuat kerusakan. Dengan demikian, menurut Gurindam 12, pelakunya bukanlah orang mulia," katanya, menegaskan.

Orang yang melakukan perbuatan radikalisme dan terorisme juga tergolong sesat menurut Gurindam 12. Hal itu tertuang pada Pasal VII, bait 3, "Apabila kita kurang siasat, itulah tanda pekerjaan hendak sesat".

Menurut dia, pelaku kejahatan radikal dan teror dikategorikan sesat karena mereka berpikiran singkat dan tak mempertimbangkan akibat perbuatan mereka kepada orang lain. Bahkan, pelaku teror itu juga tergolong manusia yang sudah dirasuki setan. Tanda-tandanya, menurut Gurindam 12, Pasal IX, bait 1, "Tahu pekerjaan tak baik, tetapi dikerjakan, bukannya manusia, ia itulah syaitan".

"Pelaku teror itu tahu bahwa perbuatannya tak baik karena mencelakakan orang lain. Akan tetapi, karena sudah dipengaruhi setan, dia tak dapat membedakan yang baik dan yang buruk," ucapnya.

Sebagai warga masyarakat, warga negara, dan anak bangsa, Malik mengharapkan memberikan yang terbaik bagi masyarakat, bagi bangsa dan bagi negara kita, bukan sebaliknya, melakukan kejahatan dengan teror. Gurindam 12, Pasal XI, bait 1, menganjurkan, "Hendaklah berjasa, kepada yang sebangsa". Berbakti kepada bangsa dan negara dengan melakukan kebaikan dan memajukan bangsa, itulah yang dianjurkan oleh Gurindam 12.

Gurindam 12, Pasal XII, bait 7, mengingatkan, "Akhirat itu terlalu nyata, kepada hati yang tidak buta".

"Itu berarti, jika baik perbuatan manusia di dunia ini, dia akan dibalas dengan kebaikan juga oleh Allah di akhirat kelak. Sebaliknya, jika buruk perbuatan dunianya, manusia akan mendapat hukuman Allah di akhirat kelak," katanya.

Pewarta: Nikolas Panama
Editor: Masuki M. Astro
Copyright © ANTARA 2021