Timika (ANTARA News) - Prof Lonnie G Thompson, pimpinan kelompok peneliti inti es Papua, memperkirakan dalam waktu 20 hingga 30 tahun ke depan gletser di Gunung Cartensz, dekat Puncak Jaya, Papua, akan hilang sebagai akibat dari pemanasan global.

"Hampir pasti di sini dan di tempat-tempat tropis yang lain, kira-kira dalam 30 tahun mendatang gletser akan hilang akibat perubahan iklim," kata Lonnie Thompson yang juga guru besar pada Ohio State University kepada ANTARA di Timika, Sabtu.

Thompson memimpin proyek penelitian pengeboran inti es Papua 2010 yang dilakukan atas kerja sama Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) dengan Byrd Polar Research Center (BPRC) The Ohio State University, beranggotakan sejumlah peneliti dari Amerika Serikat, Rusia, Prancis dan Indonesia.

Kelompok peneliti pimpinan Lonnie Thompson selama 13 hari tinggal di tiga titik gletser yang masih ada di Papua yaitu gletser Cartensz, E.Nortwall Firs dan W.Northwall Firs yang hampir habis atau hilang.

Menurut pengakuan Lonnie Thompson, selama 13 hari berada di kawasan gletser Papua, gletser setempat mengalami penurunan sekitar 30 centimeter. Ia memperkirakan, setiap tahun gletser Papua hilang beberapa meter.

Lonnie Thompson mengatakan, proses pencairan es pada gletser Papua sangat cepat akibat dari faktor iklim, di mana setiap hari di kawasan itu selalu turun hujan.

"Benar kalau gletser di sini kemungkinan akan cepat habis karena setiap hari turun hujan. Hujan merupakan salah satu faktor cuaca yang paling cepat menghabiskan gletser," katanya.

Selama berada di kawasan gletser Papua, Lonnie dan rekan-rekannya mengambil sampel 88 meter Ice Core dengan mengebor enam inti es sampai dasar es, lalu dipotong-potong menjadi satu meter dan dimasukan ke dalam freezer untuk diteliti lebih lanjut di Ohio State University Amerika Serikat.

Hasil penelitian ini diperkirakan akan selesai akhir tahun 2010 dan akan dipublikasikan sekitar bulan Juni 2011.

"Misi pengambilan sampel es ini untuk mendapatkan informasi iklim yang masih ada di gletser Papua sebelum informasi iklim itu akan hilang semua," jelas Lonnie Thompson.

Ia mengatakan, suhu rata-rata di kawasan gletser Papua pada siang maupun malam hari berkisar pada 5 derajat celcius hingga minus 5 derajat celcius di bawah 0.

Menurut Lonnie, gletser yang ada di pegunungan Papua merupakan yang paling rendah dibanding dengan gletser di tempat-tempat lain di berbagai belahan dunia.

"Kami sudah mengambil semua sampel es dari berbagai gunung di dunia, di mana yang tertinggi di pegunungan Himalaya (perbatasan Tibet dan Cina) dengan ketinggian sekitar 7.200 meter di atas permukaan laut. Sedangkan yang ada di Papua berada pada ketinggian di bawah 5.000 meter di atas permukaan laut," jelasnya.

Lonnie Thompson mengatakan, kegiatan penelitian gletser di Papua tidak lepas dari dukungan PT Freeport Indonesia, perusahaan tambang emas, tembaga dan perak yang beroperasi di Mimika, Papua.

"Tanpa bantuan Freeport, tidak mungkin kami mengambil es dari gletser untuk dibawa secara cepat dengan helikopter lalu dimasukkan dalam freezer untuk dikirim ke pusat penelitian di Amerika Serikat. Karyawan Freeport juga banyak memberikan bantuan untuk memindah-mindahkan peralatan penelitian selama berada di kawasan gletser Papua," katanya menjelaskan. (E015/P004)

Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2010