"Jika bangsa ini berani memaknai konsep kalah secara positif, maka berbagai konflik fisik yang pada gilirannya merusak dan merugikan semua pihak dapat dihindari," ujarnya dalam diskusi serial bulanan (Diserbu) "Semangat Indonesia: Mahasiswa dan Kebudayaan" di Kafe Palalada, Jakarta, Jumat.
Benny dalam diskusi yang digagas Lembaga Pers Dr. Soetomo (LPDS) bersama Metro TV dan didukung Djarum Bakti Budaya itu menegaskan, masih terjadinya tawuran antar-mahasiswa di beberapa daerah merupakan cermin dari konsep kalah yang dimaknai secara negatif.
Padahal, menurut Atase Kebudayaan di Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) Paris (Prancis) pada 1978-1984 itu, konsep kalah dan menang harus dimaknai secara positif sebagai kenyataan normal dalam persaingan. "Dalam hal ini kita juga harus mempelajari sejarah mentalitas bangsa Indonesia," ujarnya.
Guru besar tamu pada Northeastern University, Boston, Massachusetts, Amerika Serikat (AS) itu menilai, ada catatan sejarah Indonesia yang memperlihatkan konsep kekalahan menjadi balas dendam, seperti zaman kerajaan masa lampau.
"Namun, sejarah Indonesia juga mencatat betapa kekalahan ditanggapi secara positif dalam masa perang mempertahankan kemerdekaan. Semangat kebangsaan merebut kemerdekaan yang patang menyerah dan banyak belajar dari sejumlah peperangan adalah konsep menang dan kalah yang positif," katanya menambahkan.
Sementara itu, Soewarno M. Serad selaku salah seorang pelopor beasiswa dari Djarum Bhakti Pendidikan mengemukakan, memaknai konsep menang dan kalah secara positif termasuk dalam pendidikan budi pekerti, yang kini tidak ada lagi dalam kurikulum pendidikan nasional.
"Dalam hal ini kita juga tidak bisa menyalahkan siapa-siapa. Hanya saja, kita sekarang harus berani berbuat untuk mengembangkan budi pekerti dalam dunia pendidikan karena potensi sumber daya manusia Indonesia banyak yang bagus, bahkan berkualitas internasional," ujarnya.
Ia mengemukakan, sangat banyak pemuda Indonesia yang berpotensi, hanya saja salah satu kendala terbesar mereka adalah kurang mendapatkan kesempatan meraih pendidikan yang memadai. "Dalam hal ini memang perlu keterlibatan pemerintah. Namun, kita sebagai masyarakat dan dunia swasta juga memiliki tanggung jawab memberikan peluang pendidikan yang memadai bagi para pemuda yang berpotensi," demikian Soewarno M. Serad.
(T.R009/P003)
Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2010