Jakarta (ANTARA News) - Ketua Ketua DPP Partai Amanat Nasional (PAN) Bara Hasibuan mengutuk pembubaran kegiatan sosialisasi kesehatan gratis yang digelar DPR di Banyuwangi, Jawa Timur, dan meminta kepolisian bertindak tegas terhadap FPI melakukan tindakan tersebut.
"Saya mengutuk keras tindakan FPI itu. Sekali lagi mereka bertindak terlalu jauh, apalagi dalam kali ini yang menjadi korban adalah acara DPR, lembaga tinggi negara," kata Bara di Jakarta, Jumat.
Bara menyesalkan aparat kepolisian yang tidak bertindak cepat. Menurut Bara, seharusnya, polisi bisa memberikan proteksi kepada acara yang dilakukan oleh DPR.
"Kalau acara DPR saja tidak dilindungi, bagaimana kita bisa mengharapkan polisi dapat melindungi acara orang biasa?," ujarnya.
Yang menjadi persoalan utama selama ini, lanjut Bara, adalah bahwa FPI merasa tak ada sanksi tegas dari aparat kepolisian. Saat mereka melakukan kekerasan atau tindakan ilegal, seperti pembubaran acara secara paksa. Akibatnya, ormas yg mengatasnamakan organisasi keagamaan ini semakin merasa bebas.
"Ini yang membuat mereka melakukan hal yang sama berkali-kali. Jadi, yang lebih penting dari sekedar pembubaran FPI adalah bagaimana polisi menunjukkan bahwa tindakan kekerasan oleh siapapun tidak akan ditolerir, termasuk seperti yang dilakukan FPI. Peristiwa terakhir ini seharusnya membuat kita semua berkata `enough is enough` (cukup adalah cukup),?, tukas Bara
Pada Kamis (24/6), FPI bersama Forum Banyuwangi Cinta Damai dan LSM Gerak membubarkan acara sosialisasi kesehatan gratis yang digelar Komisi IX DPR di salah satu rumah makan di Kelurahan Pakis, Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur.
"Ini ada komunitas anggota PKI (Partai Komunis Indonesia). Kenapa ada di sini?" kata Ketua FPI Banyuwangi, Aman Faturahman, kepada sejumlah peserta pertemuan yang terkejut melihat kehadiran anggota FPI itu.
Acara sosialisasi kesehatan gratis itu dihadiri Ketua Komisi IX DPR, dr. Ribka Tjiptaning Proletariati dan anggota Komisi IX, Rieke Dyah Ayu Pitaloka.
Melihat suasana yang semakin memanas, panitia segera mengevakuasi Ribka dan Rieke ke kantor DPC Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) di Jalan Jaksa Agung Suprapto, Banyuwangi.
Menurut Ketua FPI Banyuwangi, pertemuan itu merupakan acara temu kangen bekas anggota PKI dan keturunannya, sehingga pertemuan tersebut harus dibubarkan.
"Sosialisasi kesehatan gratis dari Komisi IX hanya sebagai kedok. Saya curiga acara itu merupakan kegiatan terselubung untuk menumbuhkan semangat komunisme lagi karena banyak peserta dari luar Kabupaten Banyuwangi yang datang," kata Aman.
Untuk itu, lanjut dia, FPI bersama organisasi masyarakat Islam di Banyuwangi membubarkan acara tersebut untuk menjaga keamanan yang kondusif di kabupaten paling timur Pulau Jawa itu.
Sementara itu, Ribka Tjiptaning mengaku kecewa dengan sikap FPI yang membubarkan secara paksa acara sosialisasi kesehatan gratis Komisi IX DPR. Padahal, menurut dia, sosialisasi tersebut sangat diperlukan oleh masyarakat di daerah.
"Kami tidak melakukan temu kangen bekas anggota atau keturunan PKI di Banyuwangi. Acara kami ini murni tugas Komisi IX DPR tentang sosialisasi pentingnya penyediaan fasilitas kesehatan gratis di daerah," katanya.
Penulis buku berjudul "Aku Bangga Jadi Anak PKI" itu pada 2002 mengaku sudah terbiasa mengalami intimidasi seperti itu.
Sementara itu, Rieke menambahkan, kegiatan sosialisasi kesehatan gratis tersebut merupakan kegiatan umum dan bisa dihadiri siapa saja, termasuk bekas anggota atau keturunan PKI.
"Saya menyayangkan sikap yang dilakukan FPI karena bekas anggota atau keturunan PKI juga warga negara Indonesia," katanya.
Wakil Ketua DPC PDIP Kabupaten Banyuwangi, Muhammad Abas, mengatakan undangan yang hadir dalam kegiatan sosialisasi kesehatan gratis tersebut berasal dari berbagai elemen, namun beberapa peserta yang hadir merupakan keturunan keluarga bekas anggota PKI.(*)
(U002/A041/R009)
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2010