"Saya berharap dapat secepatnya karena dengan UU tersebut eksistensi Palang Merah Indonesia (PMI) termasuk Palang Merah Remaja (PMR) terlindungi, dan sebagai organisasi akan lebih luas dalam membina kerja sama internasional," katanya setelah menutup Perkemahan Persahabatan Remaja Batam, Jumat.
Rancangan UU Palang Merah atau RUU Lambang Palang Merah, kata dia, masih belum menjadi UU karena perbedaan pendapat di tingkat DPR.
Konvensi Jenewa 1949 tentang Palang Merah diratifikasi Pemerintah Indonesia pada 1958.
Perjanjian internasional itu mengatur lambang palang merah dan lambang bulan sabit tidak dapat digunakan secara bebas melainkan hanya untuk Dinas Kesehatan Militer serta Gerakan Palang Merah dan Bulan Sabit Merah Internasional.
Tetapi, sudah sekitar dua tahun pembahasan RUU Palang Merah di dalam parlemen alot sebab ada yang berpendapat lambang-lambang bantuan kemanusiaan itu seharusnya dapat pula digunakan pihak-pihak lain.
Menurut Menko Kesra, Indonesia terikat pada Konvensi Jenewa 1949 sehingga tidak mungkin membuat UU yang bertentangan dengan perjanjian internasional itu.
Ia berharap, RUU Lambang Palang Merah dapat segera dituntaskan DPR agar tanggung jawab, hak dan kewajiban PMI dan PMR lebih jelas, serta bisa mendapat bantuan dari anggaran pemerintah yang sementara ini masih dalam jumlah kecil.
Bagi kepentingan PMI, katanya, UU Palang Merah akan memungkinkan kerja sama yang lebih luas di dunia internasional dalam melaksanakan misi kemanusiaan ketika menanggulangi kondisi krisis akibat bencana atau akibat dari sebab-sebab lain.
Agung mengemukakan, pendamping pegiat PMR memegang posisi strategis dalam membina generasi muda yang berkarakter baik, nasionalis, tidak membeda-bedakan suku dan pemeluk agama terutama dalam mengemban misi kemanusiaan.
Perkemahan Persahabatan Remaja (Jumpa Bakti Remaja) Batam diikuti sekitar 500 anggota PMR dan pendamping dari beberapa daerah di Indonesia serta dari Singapura, Malaysia, Thailand dan Jerman sejak Senin (21/6) di Lapangan Golf Palm Spring.
Seorang peserta perkemahan itu, Jerome Auerswald (22) asal Jerman, menyatakan terkesan dengan keramahtamahan rekan-rekannya di Indonesia.
Auerswald sejak Oktober 2009 bertugas di Bengkulu dan Rejang Lebong, Provinsi Bengkulu selaku fasilitator progra Siaga Bencana di Sekolah dan selaku pelatih pegiat PMI serta PMR, antara lain dalam pengelolaan logistik.
Gedung baru
Perkemahan PMR di Batam berkaitan dengan peringatan ulang tahun ke-20 PMI Batam, organisasi yang dibentuk Kepala Badan Pelaksana Otorita Batam, Soedarsono (almarhum) bersama pengusaha John Sulistiawan.
PMI Batam yang markasnya masih berupa rumah toko di Nagoya Batam semula diketuai Soedarsono hingga wafat dan jabatan itu hingga kini diemban istrinya, Sri Soedarsono.
John Sulistiawan yang juga General Manajer Kawasan Industri Batamindo Investment Cakrawala dewasa ini menjadi Ketua Panitia Pembangunan Markas PMI Batam.
Markas itu akan terdiri atas delapan lantai gedung di atas lahan 5.000 meter persegi di dekat kampus Politeknik Batam. Pembangunan gedung dan pengadaan peralatannya akan menghabiskan Rp12 miliar.
John menjelaskan, gedung Markas PMI Batam dirancang besar karena ketika tsunami dan gempa bumi pada Desember 2004 di Nanggroe Aceh Darussalam dan Sumatra Utara ternyata Medan maupun Banda Aceh tidak mampu menampung logistik bantuan kemanusiaan sehingga diarahkan ke Bandara Hang Nadim, Batam.
Selain untuk menjadi pusat penampungan dan penyaluran logistik untuk wilayah Sumatra, katanya, markas PMI Batam dirancang untuk donor darah, cuci darah, pembentukan plasma darah.
Pembangunan gedung sudah di tahap pemancangan tiang pertama. Dana yang terkumpul dari pengusaha dan donatur sudah Rp900 juta, antara lain dari hasil turnamen golf sebesar Rp150 juta.
John mengatakan selain akan rutin menggalang dana melalui turnamen golf, juga akan terus menghimpun donasi dari pengusaha kawasan industri serta perusahan galangan kapal di Batam serta akan mencoba mengajak Rotary Club Internasional untuk berperan serta mewujudkan faslitas kemanusiaan itu.
(A013/Z003/S026)
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2010