Jakarta (ANTARA) - Mantan duta besar RI untuk China Sugeng Rahardjo menulis buku berjudul “Unboxing Tiongkok” di tengah keterbatasan jumlah buku berbahasa Indonesia tentang China yang ditulis oleh orang Indonesia.
Diluncurkan di Jakarta, Jumat, Sugeng memaparkan bahwa kemajuan pembangunan dan ekonomi China dalam 30 tahun yang menyalip kemajuan bangsa barat selama 300 tahun telah melatarbelakangi penulisan buku tersebut dan menjadi topik yang menarik untuk dibahas, terutama setelah Deng Xiaoping menerapkan kebijakan reformasi dan keterbukaan (opening-up and reform policy atau Gaige Kaifang) pada 1978.
"Keterbukaan tersebut menjadi ilham untuk judul buku ini yaitu 'Unboxing Tiongkok'. Informasi yang terkandung dalam buku ini diharapkan dapat memberikan pemahaman yang lebih jelas bahwa membangun perekonomian negara memerlukan komitmen, disiplin, kerja keras, dan kesinambungan,” kata Sugeng dalam keterangan tertulisnya, Jumat.
Menurut Sugeng, di antara keberhasilan China yang perlu mendapat perhatian banyak bangsa, termasuk Indonesia, adalah pencapaian berkesinambungan pemerintah negara itu dalam penghapusan kemiskinan yang menjadi tantangan besar bangsa besar itu selama ini.
Di tengah dinamika hubungan antarbangsa di tingkat regional dan global yang penuh tantangan yang tidak mudah saat ini, hubungan Indonesia dan China justru terus menunjukkan tren peningkatan yang baik.
Pemerintah kedua negara bahkan telah pun berhasil meningkatkan kemitraan strategisnya yang disepakati pada 2005 menjadi kemitraan komprehensif strategis pada 3 Oktober 2013.
Dalam perjalanan sejarah hubungan kedua bangsa dan negara, hubungan Indonesia dan China tak luput dari pasang surut, dan bahkan pernah mencapai titik nadir saat pembekuan hubungan diplomatik di periode 1967 hingga 1990 karena terusik oleh peristiwa 30 September 1965. Namun, di balik semua itu, akar hubungan kedua bangsa besar ini justru telah terjalin selama ribuan tahun.
"Hal ini tercermin dari berbagai catatan yang ada di Tiongkok maupun peninggalan-peninggalan seperti saat muhibah Cheng Ho di berbagai wilayah di Indonesia,” kata Sugeng, yang bertugas sebagai dubes RI untuk China periode 2014-2017.
Di tengah pandemi global COVID-19 yang memukul kesehatan publik dan ekonomi banyak negara di dunia, Sugeng memperkirakan bahwa Tiongkok akan menjadi negara yang terlebih dulu dapat pulih, baik dalam mengatasi COVID-19 maupun perekonomiannya.
"Dalam mengatasi COVID-19, masyarakat Tiongkok memiliki sikap yang unggul, yaitu disiplin dalam menjalankan protokol kesehatan, komitmen untuk mematuhi setiap protokol kesehatan, dan konsisten dalam melaksanakan anjuran aturan pemerintah,” tutur dia.
Sementara dalam perekonomian, pemerintah China tampaknya akan memanfaatkan pasar dalam negeri yang berjumlah sekitar 1,4 miliar orang secara maksimal untuk dapat mempertahankan pertumbuhan ekonomi secara positif, kata Sugeng.
Melalui buku ini, Sugeng menyampaikan harapannya agar berbagai pihak di Tanah Air berkenan membuka diri untuk belajar dari keberhasilan banyak negara dan bangsa lain, termasuk China.
"Kita tidak bisa mengubah dunia yang begitu luas ini selama kita hidup. Namun, yang harus kita lakukan adalah mulai dari diri kita sendiri untuk berubah sehingga hidup kita dapat berkontribusi positif bagi sesama,” ujar dia.
Awalnya manfaat tersebut dapat dirasakan dalam keluarga, kemudian meluas ke lingkungan rumah, selanjutnya ke lingkungan yang lebih luas lagi seperti pekerjaan dan organisasi, serta pada akhirnya pada tingkat nasional, kata Sugeng.
Menyambut peluncuran buku yang menghadirkan dua versi bahasa itu, Rektor Universitas Al Azhar Indonesia Asep Saefuddin mengatakan konten buku tersebut mencerminkan kecintaan Sugeng Rahardjo yang sangat dalam kepada bangsanya.
"Semua disusun berdasarkan pengamatan dan analisis yang mendalam. Kalau Tiongkok bisa maju seperti ini, mengapa Indonesia tidak bisa?" kata dia.
Oleh karena itu, menurut Asep, buku yang ditulis oleh Sugeng Rahardjo sangat penting bukan hanya bagi para pejabat eksekutif dan legislatif negara saja, tetapi juga bagi seluruh bangsa Indonesia karena peta geopolitik dunia sedang berubah dengan kemajuan China yang begitu masif.
"Perubahan inilah yang harus dilihat sebagai peluang dan ditangkap dengan baik oleh Indonesia sehingga bisa menguntungkan bangsa. Juga apresiasi saya yang setinggi-tingginya kepada Bapak Sugeng Rahardjo yang menulis dalam dua bahasa, Indonesia dan Mandarin. Ini merupakan satu lompatan hubungan yang jauh ke masa depan," ujar dia.
Acara peluncuran buku yang dalam pelaksanaannya dibantu para pegiat Al-Azhar Youth Leader Institute (AYLI), unit kepemudaan bidang pengembangan kepemimpinan Masjid Agung Al-Azhar Jakarta ini, juga diisi sesi gelar wicara (talk show).
Sesi gelar wicara ini menghadirkan mantan Dubes RI untuk China Sugeng Rahardjo, dan sejumlah pembicara lain, seperti Iwan Santosa (jurnalis Kompas), Sariat Arifia (pegiat kaderisasi kepemimpinan -AYLI, pengusaha, dan penulis), Atman Ahdiat dan Rahmad Nasution (jurnalis ANTARA) serta Ardi Bramantyo.
Baca juga: Dubes RI nilai kemajuan militer China luar biasa
Baca juga: Media: Dunia harus belajar dari China untuk perangi corona
Baca juga: Indonesia dapat belajar dari China terkait pemberantasan narkoba
Pewarta: Yashinta Difa Pramudyani
Editor: Atman Ahdiat
Copyright © ANTARA 2021