New York (ANTARA) - Harga minyak beragam pada akhir perdagangan Kamis (Jumat pagi WIB), ketika pelemahan dolar dan penguatan pasar ekuitas mengimbangi penurunan awal yang disebabkan oleh peningkatan besar dalam stok bensin AS di tengah berlanjutnya kekhawatiran permintaan karena meningkatnya kasus global COVID-19.
Minyak mentah berjangka Brent untuk pengiriman Juni, naik 4,0 sen menjadi ditutup pada 63,20 dolar per barel di London ICE Futures Exchange. Minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI) untuk pengiriman Mei turun 17 sen menjadi menetap di 59,60 dolar AS per barel di New York Mercantile Exchange.
"Harga minyak mentah sedang berjuang karena tekanan COVID jangka pendek diimbangi oleh dolar AS yang jauh lebih lemah," kata Edward Moya, analis pasar senior di OANDA di New York.
Dolar AS jatuh ke level terendah dua minggu terhadap sekeranjang mata uang utama lainnya , mengikuti imbal hasil Treasury yang lebih rendah, setelah data menunjukkan kenaikan mengejutkan dalam klaim pengangguran mingguan AS.
Dolar yang lebih lemah membuat minyak lebih murah bagi pemegang mata uang lainnya, yang biasanya membantu meningkatkan harga minyak mentah.
S&P 500, sementara itu, mencapai rekor tertinggi dan Nasdaq berada di puncak tujuh minggu, dibantu oleh kenaikan saham terkait teknologi, sehari setelah Federal Reserve menegaskan kembali janjinya untuk tetap ultra-dovish sampai pemulihan ekonomi lebih aman.
"Meskipun ada dorongan positif dari pasar ekuitas dan valas - pasar saham yang meningkat dan dolar AS yang lebih lemah cenderung memiliki efek pendukung harga - harga minyak agak kurang kuat saat ini," kata Eugen Weinberg, analis energi di Commerzbank Research, dalam sebuah pernyataan pada Kamis (8/4/2021).
Persediaan bensin AS naik tajam sebesar 4 juta barel menjadi sedikit lebih dari 230 juta barel karena para penyuling meningkatkan produksi sebelum musim mengemudi musim panas, kata Departemen Energi AS pada Rabu (7/4/2021).
“Peningkatan besar dalam stok bahan bakar jalan (bensin) bukanlah yang diharapkan pasar dan kekhawatiran atas kecepatan pemulihan permintaan minyak muncul kembali, membuat para pedagang bertanya-tanya seberapa stabil penggunaan bahan bakar jalan sebenarnya,” kata analis Rystad Energy, Bjornar Tonhaugen.
Rusia mengatakan dampak pandemi COVID-19 pada konsumsi minyak global dapat berlangsung hingga 2023-2024, menurut draf dokumen pemerintah yang dilihat oleh Reuters.
Sementara permintaan minyak tetap melemah akibat dampak virus corona, produksi minyak mentah tampaknya akan meningkat.
Pekan lalu, Organisasi Negara-negara Produsen Minyak (OPEC) dan sekutunya, termasuk Rusia, sebuah kelompok yang dikenal sebagai OPEC+, setuju untuk mengembalikan sekitar 2 juta barel produksi per hari selama tiga bulan ke depan.
Produksi minyak Rusia meningkat dari tingkat rata-rata Maret dalam beberapa hari pertama April, kata para pedagang.
Iran dan Amerika Serikat mengadakan pembicaraan dengan kekuatan lain untuk menghidupkan kembali kesepakatan nuklir yang hampir menghentikan minyak Iran masuk ke pasar, menghidupkan kembali harapan tentatif Teheran mungkin melihat beberapa sanksi dicabut dan menambah pasokan global.
Penerjemah: Apep Suhendar
Editor: Adi Lazuardi
Copyright © ANTARA 2021