Jakarta (ANTARA News) - Wakil Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) Haris Azhar mengatakan bahwa pemulihan hak pilih TNI harus melalui berbagai prasyarat ketat.
"Kontras meminta agar pemulihan hak politik TNI didasarkan pada prasyarat dan prakondisi yang ketat," kata Haris di Jakarta, Rabu.
Menurut dia, TNI harus memiliki komitmen yang tinggi untuk membuka ruang akuntabilitas serta transparansi publik.
Dalam konteks Indonesia yang berada pada masa keadilan transisi, ujar dia, harus ada garis yang jelas memisahkan political sphere (ruang lingkup politik) dan military sphere (ruang lingkup militer).
"Pada kenyataannya TNI masih menjadi pihak yang menikmati atmosfer impunitas (kekebalan hukum) di mana rekam jejak politik militer sangat gelap, baik untuk urusan politik maupun HAM," katanya.
Selain itu, ujar Haris, dalam sistem politik lokal, struktur teritorial TNI terpisah dan berada di luar kontrol pemerintahan dan parlemen daerah.
"Hak pilih TNI dalam pemilu akan menempatkan komandan militer teritorial sebagai aktor politik yang menentukan," katanya.
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono kepada wartawan di Istana Cipanas, Jumat (18/6), mengatakan bisa tidaknya anggota TNI menggunakan hak pilihnya dalam pemilu maupun pilkada dapat ditentukan oleh undang-undang yang dirancang oleh pemerintah bersama DPR.
Kepala Negara menyadari adanya kekhawatiran di masa lampau bila TNI memiliki dan menggunakan hak pilihnya maka akan terjadi perpecahan di kalangan internal militer.
"Bila berbicara hak asasi politik, di negara lain anggota militer mereka dalam pemilihan umum juga memilih. Memang benar di waktu lalu dikhawatirkan akan terjadi pengkotakan dan perpecahan karena semua punya senjata," katanya.
Meski demikian, bila kedewasaan berpolitik semakin matang termasuk pemahaman di kalangan militer untuk bisa menjaga jiwa kebersamaan makan bukan tidak mungkin anggota militer aktif bisa memiliki hak pilih dalam pemilu.
(T.M040/S026)
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2010