Dari 12 juta anak balita di Indonesia, 38,6 persennya atau sekitar lima juta balita memiliki tinggi badan dibawah rata-rata tinggi badan balita dunia, kata Guru Besar Ilmu Gizi Institut Pertanian Bogor (IPB) Prof Soekirman PhD di Jakarta, Rabu.
Usai presentasi sebagai peraih hibah riset berjuluk Research Grant Winner 2008 Indonesia Danone Institute, Soekirman mengatakan bahwa dari laporan organisasi kesehatan dunia (WHO) tersebut menunjukkan adanya kondisi kekurangan gizi kronis pada anak-anak Indonesia.
Kekurangan gizi, terutama zat zinc atau seng yang banyak terdapat pada protein hewani itu dimulai sejak janin di kandungan ibu, atau sejak kelahiran sampai bayi berusia dua tahun.
Soekirman membantah jika tidak sesuainya tinggi badan anak dengan standar usia (stunted) disebabkan karena faktor keturunan (genetika).
"Dulu kita tahunya penjajah Jepang itu pendek-pendek, lebih pendek dari orang Jawa. Tapi sekarang mereka tinggi-tinggi, sudah jarang sekali yang pendek. Itu disebabkan makanan bergizi yang mereka makan serta faktor lainnya yakni kebersihan lingkungan," katanya.
Penelitian oleh UNICEF menunjukkan hampir sepertiga anak-anak dibawah usia lima tahun di negara-negara berkembang memiliki tubuh pendek. India adalah juaranya, jumlahnya mencapai 61 juta anak, artinya, tiga dari 10 anak pendek di dunia berasal dari India.
Selain itu, hasil penelitian pada lima negara berkembang yaitu Ghana, Tanzania, Indonesia, Vietnam, dan India juga menyatakan prevalensi gangguan pertumbuhan pada anak usia sekolah sangat tinggi yaitu berkisar antara 48-56 persen.
Pertumbuhan anak balita tak sesuai umur, menurutnya, juga terkait dengan rendahnya tingkat kecerdasan anak. UNICEF menyebut, anak yang sangat pendek punya rata-rata IQ 11 poin lebih rendah dibandingkan rata-rata anak dengan tinggi normal sesuai usianya.
(D009/S026)
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2010