Jakarta (ANTARA News) - Menteri Hukum dan HAM, Patrialis Akbar, menduga ada orang yang merasa terganggu terhadap keberadaan Satuan Tugas Pemberantasan Mafia Hukum hingga keberadaan satgas itu digugat.
"Kalau orang merasa terganggu (atas kinerja satgas) pasti ada, tapi siapa orangnya dan dari kelompok mana saya tidak mau menyimpulkannya. Nanti takutnya saya sudah memvonis," katanya di Bandung, Selasa.
Ia mengatakan hal saat di sela-sela acara Penandatanganan Kesepahaman Bersama antara Pengadilan Tinggi Jawa Barat, Kanwil Kementerian Hukum dan HAM Jabar, Kejaksaan Tinggi Jawa Barat, dan Polda Jawa Barat, di Bandung.
Sebelumnya, aktivis Petisi 28 akan menggugat keberadaan Satuan Tugas Pemberantasan Mafia Hukum ke Mahkamah Agung (MA).
Petisi 28 menganggap Keputusan Presiden Nomor 37 Tahun 2009 yang menjadi dasar pembentukan satgas tidak memiliki dasar hukum.
Satgas juga dianggap memiliki wewenang yang terlalu luas dan melebihi wewenang lembaga penegak hukum yang sudah ada sebelumnya.
Patrialis menegaskan orang merasa terganggu dengan kinerja satgas yang selama ini berhasil mengungkap kasus-kasus mafia hukum.
"Satgas sudah banyak berhasil mengungkap kasus-kasus mafia hukum," katanya.
Sebelumnya, Ketua Badan Pengurus SETARA Institute, Hendardi, mengatakan organisasi yang dipimpinnya mendukung rencana kelompok Petisi 28 untuk menggugat keberadaan Satuan Tugas Pemberantasan Mafia Hukum.
"Seharusnya itu dipandang sebagai ikhtiar warga negara untuk berkontribusi pada penataan sistem penegakan hukum di Indonesia," kata Hendardi.
Hendardi menjelaskan keberadaan Satgas justru kontraproduktif terhadap upaya pemberdayaan lembaga penegak hukum, yaitu kepolisian dan kejaksaan, dalam memberantas praktik mafia hukum.
Menurut dia, hal itu disebabkan oleh cara kerja Satgas yang cenderung melakukan intervensi terhadap proses yang sedang berlangsung di lembaga penegak hukum.
"Orientasi Satgas bukanlah memperkuat reformasi institusi Polri dan Kejaksaan, melainkan intervensi yang berpotensi menimbulkan ketidakpercayaan diri institusi-institusi hukum itu," kata Hendardi. (*)
(T.R021/R009)
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2010