Malang (ANTARA News) - Koordinator Badan Pekerja Indonesia Corruption Watch (ICW) Danang Widoyoko menyatakan, perebutan jabatan kepala daerah melalui pemilihan bupati atau wali kota sebenarnya hanya untuk merebut anggaran.
"Orang-orang itu berani mempertaruhkan harta dan keluarganya itu demi merebut sumber daya publik yang lebih besar, yakni anggaran," ucapnya di sela-sela lokarya investigasi APBD yang diselenggarakan Lembaga Pers Dr. Soetomo (LPDS) didukung Friedrich Ebert Stiftung (FES), di Malang, Jawa Timur, Selasa.
Ia menegaskan, pada intinya mereka yang "berebut" jabatan melalui proses pimilihan kepala daerah (pilkada) itu semata-mata hanya untuk merebut anggaran yang dituangkan dalam anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD).
Sebenarnya, kata Danang, penyusunan anggaran itu adalah politik semata, sebab produk-produk anggaran yang menetapkan dan mengesahkan adalah para politikus berdasarkan kompromi berbagai kekuatan politik.
Ia mengakui, anggaran untuk kepentingan publik pada saat menjelang pemilihan umum (pemilu) termasuk pilkada di daerah dinaikkan secara besar-besaran, namun setelah pesta demokrasi dipangkas habis-habisan, bahkan janji-janji politik pun hanya tinggal janji.
Kalaupun ada yang terealisasi, itu hanya sebagian kecil dan anggarannya juga minim."Jauh dari yang dikampanyekan," paparnya.
Danang juga mengakui, setelah lolos menjadi orang nomor satu di daerah, banyak yang tidak memperhatikan kualitas layanan publik seperti yang dijanjikanpada waktu kampanye.
Semua layanan publik, tidak sesuai dengan namanya karena semua fasilitas publik ada ongkosnya. Bahkan ketika manusia Indonesia lahir sudah ada ongkosnya.
"Apa yang kita beli, apa yang kita lakukan semua ada ongkosnya yang disalurkan lewat pajak. Tapi kenapa fasilitas publik yang dibangun untuk masyarakat, masyarakat juga tetap dikenakan ongkos. Padahal, pembangunan itu dananya kan juga dari masyarakat, ini yang harus kita kritisi," ujarnya menambahkan.
Kegiatan lokakarya itu diadalah oleh Lembaga Pers Dr. Soetomo (LPDS), institusi pendidikan dan pelatihan wartawan yang didirikan oleh Dewan Pers sejak 1988, sedangkan FES merupakan yayasan yang didirikan oleh mantan Kanselir Jerman, Friedrich Ebert.
(T.E009/C004/P003)
Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2010