Solo (ANTARA News) - Indonesia secara terbuka mengakui sampai sekarang belum punya model penanganan urbanisasi berkelanjutan sehingga kawasan kumuh terus meningkat, kata Menteri Pekerjaan Umum, Djoko Kirmanto.
"Kita memang belum punya, terbukti urbanisasi terus terjadi, kawasan kumuh terus bertambah," katanya kepada wartawan usai membuka Konferensi Menteri-menteri Perumahan di Asia Pasifik atau Asia Pacific Ministerial Conceference on Housing and Urban Development (APMCHUD) III, Selasa, di Solo, Jawa Tengah (Jateng).
Hadir dalam konferensi yang akan berlangsung hingga 24 Juni 2010 itu perwakilan setingkat menteri dari 28 negara di kawasan Asia Pasifik.
Menurut Djoko, harusnya urbanisasi diikuti dengan pembangunan infrastruktur yang memadai dan pengelolaan yang terpadu sehingga laju kawasan kumuh bisa ditekan.
"Pada 1990-an pernah ada program pemberdayaan urbanisasi perkotaan, tetapi ternyata tak mampu menyetop tumbuh kawasan kumuh," katanya.
Data Badan Pusat Statistik (BPD), sebagaimana disampaikan Menteri Negara Perumahan Rakyat Suharso Monoarfa, kawasan kumuh di Indonesia tercatat seluas 57 ribu hektare (ha) pada 2009 atau naik dari tahun sebelumnya seluas 54 ribu ha.
Meski demikian, jumlah masyarakat miskin memang menurun dari 35 juta jiwa pada 2008 menjadi 32,5 juta pada 2009.
Oleh karena itu, kata Djoko Kirmanto, dalam konferensi itu Indonesia berkepentingan mencari model dan contoh dari negara-negara di Asia Pasifik.
"Tentu, Indonesia juga akan melakukan `sharing` dengan mereka tentang keberhasilan atau model-model penanganan seperti di Solo yang mampu merevitalisasi kawasan kumuh cukup baik," katanya.
Selain itu, kata dia, sebagaimana disampaikan ketika memberikan sambutan pembukaan konferensi itu, Indonesia terus berkomitmen untuk meningkatkan kualitas perumahan, permukiman dan perkotaan lebih baik.
Salah satunya adalah terbentuknya Sekretariat Nasional (Seknas) Habitat Indonesia sejak 2008.
Seknas ini beranggotakan dari berbagai perwakilan dari aneka kementerian yang terkait perumahan, permukiman dan pembangunan perkotaan.
"Kami juga selalu mendukung agenda `International UN Habitat`, khususnya dalam memperingati Hari Habitat Dunia setiap Senin pertama pada bulan Oktober," katanya.
Selain itu, kata dia, juga dukungan bagi seluruh pemerintah daerah untuk melaksanakan pembangunan yang berbasis pemberdayaan masyarakat dan desentralisasi pembangunan.
Dirjen Cipta Karya Kementerian Pekerjaan Umum Budi Yuwono pada kesempatan yang sama menyebut model-model pembangunan yang menyertakan masyarakat selama ini telah mencapai 40 persen.
"Sejak dasa warsa terakhir, tingkat partisipasi masyarakat sebesar itu antara lain melalui program PNPM Mandiri Perkotaan, ada Pamsimas (Penyediaan Air Minum dan Sanitasi Berbasis Masyarakat)
dan Sanimas (Sanitasi Berbasis Masyarakat). Ini makin bergeliat sejak adanya desentralisasi era-2000-an," katanya.
Pada bagian lain, Menpera Suharso Monoarfa menyatakan, pada hari ketiga konferensi itu diharapkan menghasilkan Deklarasi Solo untuk kerja sama Asia Pasifik.
Kerja sama itu dilakukan pada lima isu utama yakni bagaimana meningkatkan peran serta masyarakat dalam perencanaan pengembangan kota, revitalisasi kawasan kumuh dan penanganan perubahan iklim.
Selain itu, masalah pembiayaan perumahan dan kegiatan untuk mendukung program Millenium Development Goals (MDG`s) seperti air bersih dan sanitasi perumahan.
Dia juga menegaskan, pihaknya berharap dapat pengalaman dari sejumlah negara-negara yang memiliki pengalaman dalam penanganan masalah perumahan dan pengembangan kota.
"Misalnya dari Jepang, Australia, Singapura, Selandia Baru untuk hadir dalam pertemuan ini, dan baru Korsel yang bersedia hadir," katanya.
(T.E008*B018/A035/P003)
Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2010