Kabul (ANTARA News/AFP) - Sembilan prajurit NATO tewas di Afghanistan, Senin, dalam serangan-serangan gerilya dan kecelakaan helikopter, demikian diumumkan aliansi militer itu.
Dalam insiden paling mematikan, tiga prajurit komando Australia dan seorang prajurit AS tewas ketika helikopter mereka jatuh di provinsi Kandahar, Afghanistan selatan -- jumlah kematian terbesar yang menimpa militer Australia dalam satu insiden di Afghanistan dalam perang yang telah berlangsung hampir sembilan tahun.
Dua prajurit lain NATO, termasuk seorang AS, tewas dalam ledakan-ledakan bom terpisah di penjuru lain Afghanistan selatan, wilayah spiritual milisi Taliban yang berjuang memerangi pasukan Barat.
Tiga lagi prajurit AS tewas dalam insiden-insiden lain, kata seorang juru bicara Pasukan Bantuan Keamanan Internasional (ISAF) pimpinan NATO kepada AFP.
Satu prajurit AS tewas dalam serangan senjata ringan oleh gerilyawan di wilayah selatan dan dua lagi tewas dalam ledakan bom pinggir jalan di Afghanistan timur.
Sementara itu, London mengumumkan bahwa jumlah kematian militer Inggris di Afghanistan mencapai 300, setelah seorang prajurit negara itu tewas akibat luka-luka yang dideritanya dalam ledakan bulan ini di provinsi Helmand, Afghanistan selatan.
Dengan kematian terakhir itu, jumlah prajurit NATO yang tewas dalam konflik di Afghanistan bulan ini mencapai 64, dan jumlah korban tewas sepanjang tahun ini 284, menurut data yang dihimpun AFP.
Para komandan NATO telah memperingatkan negara-negara Barat agar siap menghadapi jatuhnya korban karena mereka sedang melaksanakan strategi untuk mengakhiri perang lebih dari delapan tahun di negara itu.
Marinir AS memimpin 15.000 prajurit AS, NATO dan Afghanistan dalam Operasi Mushtarak yang bertujuan menumpas militan, yang diluncurkan menjelang fajar Sabtu (13/2) untuk membuka jalan agar pemerintah Afghanistan bisa mengendalikan lagi daerah Helmand penghasil opium.
Ofensif itu dikabarkan mendapat perlawanan sengit dari Taliban, yang melancarkan serangan-serangan dari balik tameng manusia dan memasang bom pada jalan, bangunan dan pohon.
Saat ini terdapat lebih dari 140.000 prajurit internasional, terutama dari AS, yang ditempatkan di Afghanistan untuk membantu pemerintah Presiden Hamid Karzai mengatasi pemberontakan yang dikobarkan sisa-sisa Taliban.
Taliban, yang memerintah Afghanistan sejak 1996, mengobarkan pemberontakan sejak digulingkan dari kekuasaan di negara itu oleh invasi pimpinan AS pada 2001 karena menolak menyerahkan pemimpin Al-Qaeda Osama bin Laden, yang dituduh bertanggung jawab atas serangan di wilayah Amerika yang menewaskan sekitar 3.000 orang pada 11 September 2001.
Pasukan Bantuan Keamanan Internasional (ISAF) pimpinan NATO berkekuatan lebih dari 84.000 prajurit yang berasal dari 43 negara, yang bertujuan memulihkan demokrasi, keamanan dan membangun kembali Afghanistan, namun kini masih berusaha memadamkan pemberontakan Taliban dan sekutunya.
Kekerasan di Afghanistan mencapai tingkat tertinggi dalam perang lebih dari delapan tahun dengan gerilyawan Taliban, yang memperluas pemberontakan dari wilayah selatan dan timur negara itu ke ibukota dan daerah-daerah yang sebelumnya damai.
Delapan setengah tahun setelah penggulingan Taliban dari kekuasaan di Afghanistan, lebih dari 40 negara bersiap-siap menambah jumlah prajurit di Afghanistan hingga mencapai sekitar 150.000 orang dalam kurun waktu beberapa bulan, dalam upaya baru memerangi gerilyawan.
Sekitar 520 prajurit asing tewas sepanjang 2009, yang menjadikan tahun itu sebagai tahun paling mematikan bagi pasukan internasional sejak invasi pimpinan AS pada 2001 dan membuat dukungan publik Barat terhadap perang itu merosot.
Gerilyawan Taliban sangat bergantung pada penggunaan bom pinggir jalan dan serangan bunuh diri untuk melawan pemerintah Afghanistan dan pasukan asing yang ditempatkan di negara tersebut.
Bom rakitan yang dikenal sebagai IED (peledak improvisasi) mengakibatkan 70-80 persen korban di pihak pasukan asing di Afghanistan, menurut militer. (M014/K004)
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2010