Padang (ANTARA News) - Ketua Dewan Kehormatan Persatuan Wartawan Indonesia (PWI), Tarman Azzam mengatakan banyak calon kepala daerah yang populis saat berkampanye tetapi setelah duduk menjadi feodal.
"Fakta selama ini telah membuktikan banyak calon kepala daerah yang hanya mendekatkan diri kemasyarakat dan ramah saat berkampanye menjelang meraih kursi kekuasaan," kata Mantan Ketua PWI Pusat itu, di Padang, Selasa.
Tarman juga menyampaikan pandangan ini pada forum Work Shop "Pendidikan Politik Berbasis Jurnalistik Berorientasi Peningkatan Kesadaran Ketahanan Kebangsaan dalam Pemilukada" diselenggaran Mapilu-PWI, berlangsung di PWI Cabang Sumbar, (21/6).
Tampil sebagai pembicara dalam acara yang dihadiri para wartawan dan redaktur media cetak dan elektronik di Sumbar itu, Akademisi dari Universitas Andalas (Unand), Prof. Dr. Bustanudin Agus.
Selain itu, Direktur III Ditjen Kesbangpol Kemendagri, Dr. Ir. Suhatmansyah, Ketua Mapilu-PWI, Hendra J Kede.
Menurut Tarman, calon kepala daerah yang hanya populis saat berkampanye, tapi setelah mendapatkan yang diinginkannya menjadi piodal dan tidak bisa lagi konstituennya berkomunikasi.
"Jangankan masyarakat, tim suksesnya saja tidak bisa menghubungi sang calon yang sudah menjabat itu, karena telepon genggamnya sering dimatikan," katanya.
Jadi, dewasa ini sudah sulit untuk mendapatkan pemimpin yang sederhana saat sekarang, meskipun ada tetapi tidak banyak jumlahnya.
Padahal, pemimpin yang hidup dengan kesederhanaan dalam menjalankan tugas sehari-hari sangat dibutuhkan dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat di daerah.
Namun, bukan kepala daerah yang setelah duduk ingin bermega-mega dengan mobil mewah, sementara masyarakatnya hidup dalam kemiskinan dan kemelaratan.
Justru itu, kata Tarman, masyarakat Sumatera Barat yang saat sebentar lagi akan memilih 14 kepala daerah harus cerdas dalam menjatuhkan pilihlah pemimpin yang tulus untuk kepentingan masyarakat dan bukan yang ingin mencari kekuasaan.
Jadi, untuk mengetahui pemimpin yang hidupnya sederhana bisa saja lihat selama beliau memimpin, atau dalam kesehariannya kalau selama ini belum pernah menjabat.
"Makanya masyarakat Sumbar pilih pemimpin yang sikap sederhana, janji muluk-muluk dan apa yang mereka perbuat menyentuh kebutuhan masyarakat," katanya.
Selian itu, perlu dilihat rekam jejak kepemimpinannya teruji, karena ada yang mantan bupati, wali kota dan lainnya.
Jadi, tidak saja selama kampanye para calon berangkulan dengan pedagang kecil, salaman dengan tukang ojek dan bertemu anak jalanan beranggkulan.
Oleh karena itu, saran Tarman, masyarakat harus memantau keseharian dari para calon, atau mencari informasi dari mulut-kemulut tentang kehidupan keluarganya bagaimana, apakah berpoya-poya, anaknya terurus dengan baik dan keluarganya bagaimana?.
Sedangkan yang pengusaha maju dalam Pemilukada baik tingkat provinsi, kabupaten dan kota, bisa dilihat rekam jejaknya. Apakah selama ini, pengusaha yang sering `main mata` dengan pejabat, atau sebaliknya.
Jadi, katanya, masyarakat hendaknya dalam menjatuhkan pemilihan kepala daerah harus lebih jeli sehingga pemimpin yang dipilih sesuai dengan harapan.
Pelaksanaan Pemilukada serentak Sumbar akan berlangsung pada 30 Juni 2010 yang diikuti sebanyak 68 pasangan calon kepala daerah, lima di antaranya calon gubernur-wakil gubernur periode 2010-2015.
Kabupaten dan kota yang menggelar Pemilukada, meliputi Kabupaten Agam, Padang Pariaman, Pasaman, Pasaman Barat, Tanah Datar, Limapuluh Kota, Sijunjung, Dharmasraya.
Selanjutnya, Pesisir Selatan, Solok, Solok Selatan, dan dua pemilihan pasang wali kota-wakil wali kota, yakni Kota Solok dan Bukittinggi.
Sementara itu, warga Sumbar yang disahkan masuk dalam Daftar Pemilihan Tetap (DPT) Pemilukada Sumbar, tercatat 3.319.459 orang, terdiri sebanyak 1.627.724 laki-laki dan 1.691.735 perempuan. (Ant/K004)
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2010