Singapura (ANTARA News) - Harga minyak menguat ke kisaran 79 dolar di perdagangan Asia, Senin, di tengah ekspektasi permintaan yang lebih tinggi dari China, setelah bank sentral China mengatakan akan mengizinkan yuan lebih fleksibel.
Pernyataan oleh Bank Sentral China (People`s Bank of China), Sabtu, mengatakan, akan "memperkuat fleksibilitas" dari mata uang negaranya yang juga mengirim pasar saham Asia melonjak, sebagaimana dikutip dari AFP.
Kontrak utama berjangka di New York untuk minyak mentah jenis "light sweet crude" untuk pengiriman Juli, melonjak 1,66 dolar menjadi 78,84 dolar per barel pada perdagangan sore, sedangkan minyak mentah Brent North Sea untuk pengiriman Agustus naik 1,28 dolar menjadi 79,50 dolar.
"Minyak telah terbelenggu oleh ekuitas untuk beberapa waktu," kata Victor Shum, analis konsultan energi global Purvin and Gertz yang berbasis di Singapura.
"Pasar minyak dan pasar saham Asia bereaksi terhadap berita akhir pekan bahwa China kemungkinan akan menjadikan mata uangnya lebih fleksibel terhadap dolar AS," katanya kepada AFP.
"Apa ini berarti terhadap perekonomian Asia ketika daya beli konsumen China kemungkinan akan meningkat sebagai hasil dari penguatan yuan, sehingga mereka meningkatkan ekspor mereka ke China."
Namun Shum mengatakan "semangat awal ini mungkin turun" karena China juga menjelaskan bahwa apresiasi yuan akan dilakukan secara bertahap.
Kalangan analis telah menafsirkan pernyataan bank sentral China sebagai tanda bahwa Beijing sudah siap untuk menyesuaikan pematokan terhadap dolar, yang telah bertahan dua tahun, dan memungkinkan mata uang itu menguat.
China telah efektif mematok yuan sekitar 6,8 terhadap dolar sejak pertengahan 2008 untuk menopang eksportir selama krisis keuangan dunia.
Tetapi Beijing mendapat tekanan yang terus menguat menjelang KTT Kelompok 20 di Toronto akhir pekan ini yang memungkinkan memperkuat mata uangnya.
Shum mengatakan pasar minyak juga memonitor kondisi cuaca di wilayah Teluk Meksiko selama musim badai Atlantik saat ini.
"Jika kami mendapatkan badai, itu bisa berdampak berat pada harga," katanya.
Teluk Meksiko memasok sekitar 30 persen dari kebutuhan energi dari Amerika Serikat sebagai perekonomian terbesar di dunia.
"Mengingat pemulihan ekonomi global dan keseimbangan pasokan dan permintaan masih rapuh, kisaran 70-80 dolar untuk harga minyak tampaknya lebih berkelanjutan dari harga di atas 80 atau 85 dolar," tambah Shum.
(A026/A024)
Editor: AA Ariwibowo
Copyright © ANTARA 2010