Badan Imigrasi China (NIA) dalam laman resminya, Selasa (6/4), menyatakan ke-89 orang tersebut terlibat berbagai tindak kejahatan, berstatus sebagai penduduk ilegal, dipulangkan dari negara lain, dan meninggalkan negaranya secara ilegal melalui pintu perbatasan di wilayah baratdaya.
Sejak pandemi COVID-19, jumlah warga negara China yang ke luar negeri mengalami penurunan drastis.
"Namun masih ada beberapa orang yang tertipu dan dibujuk untuk melakukan aktivitas perjudian dan penipuan menggunakan telepon di negara-negara Asia Tenggara dengan berkedok wisata atau bekerja," demikian NIA.
NIA menganggap perbuatan mereka tergolong pelanggaran kejahatan serius, seperti penculikan dan pemerasan.
"Perbuatan mereka mengancam perekonomian dan stabilitas sosial China serta dapat merusak citra nasional China," demikian NIA dikutip dari Global Times.
Wilayah perbatasan China-Myanmar di Kota Ruili, Provinsi Yunnan, yang kini sedang "lockdown" setelah ditemukan kasus baru COVID-19 pekan lalu itu paling sering dijadikan pintu masuk warga kedua negara secara ilegal.
Sementara itu, sepekan yang lalu, NIA juga mengamankan 27 pendatang asing yang memasuki wilayah China secara ilegal.
Dalam operasi yang dilakukan aparat di pos pemeriksaan perbatasan di Chongzuo, Daerah Otonomi Guangxi, juga didapati tujuh unit kendaraan yang digunakan untuk mengangkut para pendatang ilegal sebagaimana laman berita OneTube Daily.
Daerah Otonomi Guangxi di wilayah selatan China berbatasan darat dengan Vietnam. Bahkan dari Nanning, Ibu Kota Daerah Otonomi Guangxi, ada kereta api tujuan Hanoi, Ibu Kota Vietnam.
Baca juga: Pentolan geng penguasa tambang di Qinghai dihukum mati
Baca juga: 17 pelarian China ditangkap di Filipina
Pewarta: M. Irfan Ilmie
Editor: Atman Ahdiat
Copyright © ANTARA 2021