Pada titik ini, UU Minerba akan melanggengkan krisis lingkungan hidup, khususnya di kawasan pesisir, laut, dan pulau-pulau kecil
Jakarta (ANTARA) - Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (Kiara) menginginkan nelayan di berbagai daerah tidak terancam regulasi yang berpotensi meningkatkan liberalisasi tata kelola Sumber Daya Alam (SDA) sektor kelautan dan perikanan.
Sekretaris Jenderal Kiara, Susan Herawati, dalam siaran pers di Jakarta, Rabu, menegaskan kehidupan nelayan saat ini tidak mendapatkan perlindungan dan pemberdayaan dari pemerintah sebagaimana yang dimandatkan oleh Undang-undang (UU) Nomor 7 Tahun 2016 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan, Pembudidaya Ikan, dan Petambak Garam.
Menurut dia, sebagai bagian penting dalam rantai pangan laut, keberadaan nelayan penting dilindungi dan diberdayakan oleh pemerintah dalam rangka menjaga kedaulatan dan keberlanjutan pangan nasional.
Baca juga: Hari Nelayan momentum tingkatkan kepesertaan asuransi bagi nelayan
Ia berpendapat nelayan justru semakin terancam oleh perampasan ruang hidup yang dilegitimasi oleh regulasi.
Contohnya, lanjut dia, antara lain UU Nomor 3 Tahun 2020 tentang Mineral dan Batu Bara. Di dalam UU ini, khususnya pasal 28a disebutkan bahwa wilayah Hukum Pertambangan adalah seluruh ruang darat, ruang laut, termasuk ruang dalam bumi sebagai satu kesatuan wilayah yakni kepulauan Indonesia, tanah di bawah perairan, dan landas kontinen.
“Pasal ini menegaskan tak ada ruang di bumi Indonesia yang tidak menjadi wilayah hukum pertambangan. Dengan demikian, semua ruang dapat ditetapkan sebagai ruang untuk eksploitasi sumber daya alam. Pada titik ini, UU Minerba akan melanggengkan krisis lingkungan hidup, khususnya di kawasan pesisir, laut, dan pulau-pulau kecil," tegas Susan.
Baca juga: Hari Nelayan perlu jadi momentum tingkatkan kesejahteraan pesisir
Selain itu, lanjutnya, UU Noor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja secara substansi dinilai menempatkan korporasi dan oligarki sebagai aktor utama dalam penguasaan-pengelolan sumber daya alam.
Pasal 1 ayat 30 UU ini, jelas Susan, menempatkan pengusaha pariwisata sebagai pemegang hak di kawasan pesisir dan pulau-pulau kecil. Posisi pengusaha pariwisata disejajarkan dengan nelayan tradisional dan nelayan skala kecil yang hidupnya tergantung pada sumber daya kelautan dan perikanan.
Baca juga: KKP sederhanakan regulasi perikanan tangkap dukung kemudahan berusaha
Pewarta: M Razi Rahman
Editor: Risbiani Fardaniah
Copyright © ANTARA 2021