jika terus menerus mendapatkan stimulasi di rumah, bukan tidak mungkin mereka akan berkembang di bidang yang lainJakarta (ANTARA) - Wakil Gubernur DKI Jakarta, Ahmad Riza Patria dalam rangka menyambut Hari Peduli Autisme Internasional setiap tanggal 2 April mengajak masyarakat Jakarta yang anggota keluarganya memiliki autisme agar tetap semangat meski di tengah-tengah pandemi.
"Dalam menyambut Hari Peduli Autisme Internasional di tengah pandemi ini, tetap semangat pada semua masyarakat, termasuk anak-anak kita saudara kita yang autis, ikuti tahapan penanganan, ketentuan dan aturan prosedur SOP apa yang disarankan oleh pakar, para ahli, RS, pendidik laksanakan semua," kata Riza di Balai Kota Jakarta, Selasa malam.
Baca juga: Monas bercahaya biru untuk peringatan Hari Peduli Autisme
"Yang penting (dalam keadaan COVID-19 ini) betul-betul beri perhatian yang lebih untuk anak-anak kita dan saudara-saudara kita yang autis," ucap Riza.
Lebih lanjut, Riza menjamin kebutuhan penderita autisme di Jakarta tetap bisa terlayani, terutama kebutuhan untuk terapi selama COVID-19 ini di mana banyak masyarakat yang menghentikan terapi selama COVID-19 ini, karena khawatir tertular atau karena tutup.
"Sudah diatur (protokol kesehatannya), dan tempat terapi diperbolehkan dibuka. Semoga pandemi ini cepat berakhir dan kita semua diberikan kekuatan dan keselamatan," ucap Riza menambahkan.
Baca juga: Sudinkes Jakut: Info pola asuh anak autisme sangat dibutuhkan saat ini
Diketahui, sejak pandemi COVID-19 merebak di Indonesia pada Maret 2020, banyak tempat terapi yang tutup selama beberapa bulan selain karena pembatasan, juga karena kekhawatiran masyarakat akan penyebaran COVID-19 ini, efeknya penderita autisme tidak mendapatkan intervensi simulasi terapi yang dibutuhkan.
Menurut Orthopedagog Nuryanti Yamin, dengan ketiadaan intervensi simulasi seperti terapi bicara, motorik (gerakan), hingga terapi belajar (kognitif), kemampuan penderita autisme yang harusnya bisa terus berkembang menjadi terhenti perkembangannya, bahkan bisa menurun seperti jalan jadi tidak seimbang akibat tidak dapat stimulasi motorik.
Contohnya, jika seorang anak penderita autis berusia lima tahun, tetapi kemampuan motoriknya ada di tiga tahun, ketika tidak diterapi maka tidak ada peningkatan secara signifikan.
Baca juga: Autisme "rigid" perlu metode khusus bentuk kebiasaan baru saat pandemi
Yang bisa dilakukan selama pandemi, atau berdiam di rumah saja, adalah menjaga agar perkembangan anak autis tidak menurun, meskipun tidak mendapatkan terapi. Caranya yaitu dengan menstimulasi anak dengan berbagai kegiatan di rumah, entah itu bermain atau melakukan aneka tugas sehari-hari.
"Selama mereka tidak mendapatkan terapi yang spesifik, tapi mendapatkan simulasi yang konsisten di rumah, secara signifikan kemampuan mereka tetap akan sama, seperti terakhir mereka terapi," ucap Nuryanti yang juga merupakan ahli penanganan anak berkebutuhan khusus di Drisana Center.
Bahkan tidak jarang meski anak dengan autis tidak mendapatkan terapi namun jika terus menerus mendapatkan stimulasi di rumah, bukan tidak mungkin mereka akan berkembang di bidang yang lain.
Hari Kesadaran Autisme ini pertama kali disahkan Majelis Umum PBB pada 1 November 2007 dan ditetapkan pada 18 Desember 2007 melalui Resolusi Majelis Umum PBB 62/139.
Dan dalam resolusi tersebut ditetapkan tanggal 2 April sebagai Hari Kesadaran Autisme Sedunia, terhitung sejak tahun 2008 yang diharapkan agar lebih ada kesadaran terhadap orang-orang, terutama anak-anak autis dan lebih dini mendeteksi
Dalam setiap tahun peringatannya mengusung tema yang berbeda-beda dan di saat pandemi tahun 2021 ini mengusung tema: "Challenges and Opportunities in a Post-Pandemic World" atau "Tantangan dan Kesempatan Pasca Pandemi Dunia".
Pewarta: Ricky Prayoga
Editor: Ganet Dirgantara
Copyright © ANTARA 2021