London (ANTARA News) - Anak laki-laki presiden terguling Kyrgyzstan Kurmanbek Bakiyev minta suaka di Inggris setelah "terpaksa ke pengasingan karena khawatir akan keselamatan nyawa", kata pengacaranya di Inggris, Jumat.
Maxim Bakiyev, 32, yang punya diberi nama panggilan "Prince" karena kegemarannya akan kemewahan, mengatakan, ia melarikan diri dari Kyrgyzstan karena pemerintah negara itu berusaha untuk membuatnya sebagai "korban" bagi semua permasalahan mereka.
Mereka menuduhnya telah menghasut kekerasan antar-etnik mematikan pekan lalu dan ia juga menghadapi tuduhan kejahatan berkaitan dengan jabatannya dulu sebagai kepala badan yang mengawasi aset dan pinjaman negara.
Bakiyev tiba di Inggris pada 23 Juni, beberapa pekan setelah ayahnya, bekas presiden Kurmanbek Bakiyev, dijatuhkan pada bulan April.
"Tuan Bakiyev telah disaring dengan prosedur biasa untuk memulai permintaan suaka, dan kemudian diberi hak atau izin masuk sementara sambil menunggu pertimbangan akan permintaannya," kata sebuah pernyataan dari kantor pengacara Carter-Ruck Solicitors.
Dalam komentar yang dikeluarkan oleh firma hukum itu, Bakiyev menolak tuduhan terhadapnya, dengan mengatakan tuduhan tersebut "palsu".
"Saya telah terpaksa ke pengasingan karena takut akan hidup saya. Pemerintah sementara di Kyrgyzstan menuduh saya melakukan kejahatan baru setiap hari," katanya.
"Tuduhan itu palsu, untuk mengalihkan perhatian dari kejahatan mereka sendiri, Mereka menuduh saya sebelum ada kesempatan untuk penyelidikan. Dengan jelas mereka berusaha untuk mencoba membuat saya sebagai korban karena kekacauan di negara itu.
"Saya melihat kejadian-kejadian di negara asal saya dengan ketakutan dan berdoa bagi berakhirnya kekerasan itu."
Kyrgyzstan kacau setelah sepekan bentrokan antar-etnis yang pemimpin sementara Roza Otunbayeva akui mungkin telah menewaskan hampir 2.000 orang. Korban tewas resmi sekarang 192 orang.
Selain itu, diperkirakan hampir 2 ribu orang terluka, dan sekitar 400.000 orang terlantar, termasuk lebih kurang 100.000 yang melintasi perbatasan ke Uzbekistan.
(S008/A038)
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2010