Jakarta (ANTARA News) - Pemerintah Indonesia mendorong pembahasan mengenai pembentukan jaring pengaman keuangan global (Global Financial Safety Net), percepatan penyelesaian perundingan putaran Doha dan pembangunan negara-negara berkembang pada Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Kelompok Ekonomi 20 (G-20) di Toronto, Kanada, tanggal 26-27 Juni mendatang.
"Jaring pengaman keuangan global dibutuhkan oleh negara-negara `emerging market` seperti Indonesia. Mekanisme ini dibutuhkan untuk menghadapi krisis," kata Wakil Menteri Perdagangan Mahendra Siregar di Jakarta, Jumat.
Ia mengatakan negara-negara yang pertumbuhan ekonominya sedang meningkat akan menjadi pihak yang paling sulit menghadapi krisis keuangan global karena belum memiliki jaring pengaman keuangan yang bagus seperti negara maju dan sudah tidak bisa lagi mengakses bantuan keuangan dari lembaga multinasional yang diperoleh negara berkembang.
"Keberadaan `Global Financial Safety Net` diharapkan dapat membantu negara-negara yang sedang tumbuh sewaktu-waktu terjadi krisis," katanya.
Pemerintah, ia melanjutkan, juga akan mendorong penyelesaian perundingan putaran Doha di Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) dalam KTT G-20 keempat di Toronto nanti.
Ia menjelaskan penyelesaian cepat perundingan putaran Doha tidak hanya dapat meningkatkan perdagangan tapi juga akan menjadi sumber pertumbuhan perdagangan yang mendorong pertumbuhan perekonomian negara-negara di dunia.
"Ini akan menjadi momentum pemulihan ekonomi tanpa anggaran fiskal dalam bentuk stimulus fiskal," katanya serta menambahkan stimulus fiskal berimplikasi pada peningkatan defisit belanja negara yang kemudian akan menambah utang negara.
Selain itu, Mahendra menjelaskan, pemerintah Indonesia juga akan memberikan perhatian khusus pada pembahasan isu pembangunan, utamanya yang menyangkut pencapaian target tujuan pembangunan millenium (Millenium Development Goals/MDGs) tahun 2015 di negara-negara berkembang.
"Indonesia ingin pertemuan G-20 memberi perhatian kepada isu-isu pembangunan dan kepentingan negara berkembang, baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Mendorong pembangunan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat di negara-negara berkembang," jelasnya.
Pemerintah Indonesia, lanjut dia, juga akan mendengarkan paparan persiapan Pertemuan Para Pihak (Conference of Party/COP) ke-16 United Nations Framework Convention on Climate Change (UNFCCC) dari Presiden Meksiko Felipe Calderon.
"Pemerintah berharap bisa mendengarkan perkembangan negosiasi yang belum bisa diselesaikan dalam COP-15 di Kopenhagen," demikian Mahendra Siregar.(*)
(T.M035/R009)
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2010