Jakarta (ANTARA) - Penasihat Dharma Wanita Persatuan Kementerian Agama Eny Yaqut mengatakan kebaya dapat digunakan sebagai alat untuk pemersatu perempuan Indonesia.
“Kebaya dapat digunakan sebagai penguatan ukhuwah. Saya ingin menempatkan kebaya sebagai sarana pemersatu perempuan, tanpa melihat suku, pendidikan, agama, latar belakang sosial, dan lainnya,” ujar Eny dalam Kongres Berkebaya Nasional (KBN) yang diselenggarakan secara daring di Jakarta, Senin.
Eny mengaku yakin banyak perempuan Indonesia yang mencintai kebaya dan ingin tetap melestarikan kebaya. Kebaya tidak hanya digunakan pada acara-acara formal, tetapi juga bisa digunakan pada keseharian.
“Saya percaya banyak perempuan Indonesia yang mengikuti kongres ini, mencintai kebaya dan ingin melestarikan kebaya,” kata dia.
Dia mengajak para perempuan untuk saling berkolaborasi dalam melakukan pelestarian kebaya. Kebaya tidak hanya ditemukan di Pulau Jawa, tetapi juga di seluruh pelosok Tanah Air. Meskipun penyebutannya yang berbeda.
“Kebaya dianggap sebagai simbolisasi emansipasi perempuan. Tokoh perjuangan perempuan seperti RA Kartini, tidak bisa dilepaskan dari kebaya. Kebaya telah menjadi kekhasan Indonesia yang mewakili jati diri bangsa. Melalui kebaya terdapat perjuangan, kesederhanaan, kepatuhan hingga kelemahlembutan,” ujar dia.
Ketua Panitia KBN Lana T Koentjoro mengatakan pelaksanaan kongres yang diselenggarakan pada 5 April hingga 6 April secara daring bertujuan memperkuat pelestarian kebaya pada generasi muda dan juga pengakuan UNESCO akan kebaya sebagai warisan budaya dari Indonesia.
Lana menambahkan sejarah Indonesia melekat pada busana yang sudah dipakai perempuan Indonesia sejak ratusan tahun yang lalu.
“Kebaya merekam perjalanan budaya di berbagai daerah sampai sekarang. Maka selayaknya kita hargai dan kita jaga kelestariannya,” kata Lana lagi.
Pewarta: Indriani
Editor: Masuki M. Astro
Copyright © ANTARA 2021