Jakarta (ANTARA) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melatih tim pengelola "Whistleblowing System" (WBS) dari 23 instansi yang telah bekerja sama dengan KPK untuk meningkatkan kompetensi dalam menangani pengaduan dugaan tindak pidana korupsi (tipikor).
"Kegiatan pelatihan bertajuk "Pembelajaran Interaktif untuk Pengelolaan Whistleblowing System Pengaduan Korupsi" ini diselenggarakan dengan metode "blended learning" yang menggabungkan pembelajaran mandiri dan tatap muka," kata Plt Juru Bicara KPK Bidang Pencegahan Ipi Maryati Kuding dalam keterangannya di Jakarta, Senin.
Diklat itu, lanjut dia, diselenggarakan untuk meningkatkan kompetensi dan profesionalisme unit pengelola WBS dalam menangani pengaduan dugaan pelanggaran, khususnya tipikor.
Untuk kelompok pertama, pembelajaran mandiri dilaksanakan selama 5 hari, yaitu 5-9 April 2021. Sedangkan untuk kelas tatap muka akan dilaksanakan pada 6-8 April 2021. Rencananya diklat akan dilanjutkan untuk kelompok kedua pada 7-10 Juni 2021 dan kelompok ketiga pada 4-7 Oktober 2021.
"KPK berharap melalui diklat ini dapat menanamkan nilai integritas bagi tim pengelola WBS serta menyediakan forum untuk saling berbagi pengalaman di antara peserta," ujar Ipi.
Ia menjekaskan para peserta dibekali dengan pelatihan wajib yang berisi materi dasar antikorupsi dan pelatihan pilihan atau tematik khusus yang dibutuhkan para mitra dalam menganalisis pengaduan.
"Diantaranya terkait hukum tindak pidana korupsi dan studi kasusnya, tipologi/modus tindak pidana pencucian uang, manajemen pengaduan masyarakat, dan teknik investigasi dasar dalam analisis awal pengaduan," kata dia.
Sebelumnya hingga Maret 2021, KPK telah menandatangani perjanjian kerja sama pembangunan WBS tindak pidana korupsi terintegrasi dengan 23 instansi baik pemda, kementerian, lembaga maupun Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
23 instansi tersebut, yaitu Kementerian PUPR, Kementerian Agama, Kementerian Tenaga Kerja, Kementerian Desa PDTT, Kementerian Sosial, Kementerian ESDM, Kementerian Koperasi dan UKM, Kementerian Kesehatan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Kementerian Kelautan dan Perikanan, Kementerian Perhubungan, Kementerian Keuangan, Kementerian ATR/BPN, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.
Selanjutnya, Badan Pengelola Keuangan Haji, PT Perkebunan Nusantara (PTPN) III, PT Angkasa Pura II, Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sumatera Selatan, Pemprov Lampung, Pemprov Jambi, Pemprov Sulbar, Pemprov Kalbar, dan Bank Jambi.
"Kerja sama tersebut dibangun sebagai upaya pencegahan dan pemberantasan tindak pidana korupsi melalui sistem pelaporan pengaduan dengan metode "online" dan dijamin kerahasiaannya. Melalui sistem ini, siapapun dapat melaporkan terjadinya korupsi/fraud di suatu organisasi atau institusi pemerintah," ucap Ipi.
Namun, dalam pelaksanaannya masih banyak organisasi yang telah memiliki sistem pelaporan pengaduan atau WBS tetapi penggunaannya belum optimal.
"Sebagian besar organisasi menerapkan WBS hanya untuk memenuhi kewajiban peraturan perundang-undangan tanpa benar-benar memanfaatkan peran WBS itu sendiri. Situasi ini juga disebabkan karena budaya organisasi yang masih menganggap pengaduan berkonotasi negatif sehingga masih banyak hambatan bagi pegawai untuk berpartisipasi aktif dalam menggunakan WBS," tuturnya.
Selain itu, terdapat peraturan perundang-undangan yang mendorong KPK menginisiasi kerja sama WBS tindak pidana korupsi yang terintegrasi dengan sejumlah mitra, yaitu PP No 43/2018 tentang Tata Cara Pelaksanaan Peran Serta Masyarakat dan Pemberian Penghargaan dalam Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Kemudian, Permen PAN-RB No 52/2018 tentang Pedoman Pembangunan Zona Integritas Menuju Wilayah Bebas dari Korupsi dan Wilayah Birokrasi Bersih dan Melayani sebagaimana telah diubah dengan Permen PAN-RB No 10/2019.***2***
Pewarta: Benardy Ferdiansyah
Editor: Adi Lazuardi
Copyright © ANTARA 2021