Kolombo (ANTARA News/AFP) - PBB tetap akan membentuk panel penyelidik kejahatan perang meski pemerintah Sri Lanka berulang kali mengajukan protes, kata seorang utusan tinggi PBB di Kolombo, Kamis.
Lynn Pascoe, wakil sekretaris jendral PBB urusan politik, mengatakan, Ban Ki-moon akan segera mengumumkan panel itu, yang akan memberikan laporan kepadanya mengenai kemungkinan kejahatan perang di Sri Lanka tahun lalu.
"Sekretaris jendral akan segera membentuk sebuah panel ahli yang akan memberikan saran kepadanya mengenai standar internasional dan pengalaman komparatif pertanggungjawaban," kata Pascoe kepada wartawan pada akhir kunjungan tiga-harinya ke Sri Lanka.
PBB memperkirakan sedikitnya 7.000 warga sipil Tamil tewas dalam konflik empat bulan tahun lalu antara pasukan pemerintah dan pemberontak Macan Tamil.
"Saya tidak ingin mendahului atau merinci anggota-anggota panel itu atau mandat luasnya. Mereka akan diumumkan awal pekan depan," kata Pascoe.
Pernyataan itu disampaikan meski ada keberatan dari Kolombo kepada Ban. Sri Lanka menekankan bahwa pasukan pemerintah tidak membunuh warga sipil ketika memerangi gerilyawan Tamil dan karenanya tidak perlu ada penyelidikan.
Pascoe mengatakan kepada Kolombo, perlu ada pertanggungjawaban atas tuduhan pelanggaran kemanusiaan dan hak asasi manusia.
"Tanggung jawab untuk melakukan proses terpercaya yang memenuhi standar internasional pertama-tama berada di tangan pemerintah Sri Lanka," katanya, dengan menambahkan bahwa PBB akan mengamati secara dekat upaya rekonsiliasi Sri Lanka.
Sehari sebelumnya, seorang utusan Jepang yang berkunjung ke Sri Lanka menyatakan, pemerintah Kolombo harus menjamin proses yang adil dan terbuka dalam mengatasi masalah minoritas Tamil setelah perang saudara berakhir tahun lalu.
Yasushi Akashi, yang negaranya merupakan penyumbang terbesar bagi Sri Lanka, mengatakan, Rabu, sebuah komisi rekonsiliasi yang akan dibentuk Kolombo harus "transparan dan bisa dipahami" jika itu dimaksudkan untuk mencapai kemakmuran negara itu.
Pemerintah Sri Lanka pada 18 Mei 2009 mengumumkan berakhirnya konflik puluhan tahun dengan Macan Tamil setelah pasukan menumpas sisa-sisa kekuatan pemberontak tersebut dan membunuh pemimpin mereka, Velupillai Prabhakaran.
Pernyataan Kolombo itu menandai berakhirnya salah satu konflik etnik paling lama dan brutal di Asia yang menewaskan puluhan ribu orang dalam berbagai pertempuran, serangan bunuh diri, pemboman dan pembunuhan.
Macan Pembebasan Tamil Eelam (LTTE) juga telah mengakui bahwa Velupillai Prabhakaran tewas dalam serangan pasukan pemerintah Sri Lanka.
Juga dinyatakan tewas dalam operasi final militer adalah dua deputi Prabhakaran -- pemimpin Macan Laut Kolonel Soosai dan kepala intelijen LTTE Pottu Amman.
Tokoh penting lain Macan Tamil yang juga tewas adalah putra Prabhakaran dan calon penggantinya, Charles Anthony (24), pemimpin sayap politik B. Nadesan dan pemimpin Sekretariat Perdamaian LTTE yang sudah tidak berfungsi lagi, S. Pulideevan.
Presiden Sri Lanka Mahinda Rajapakse telah beberapa kali mendesak pemberontak Macan Tamil menyerah untuk menghindari pembasmian total.
Rajapakse, yang juga panglima tertinggi angkatan bersenjata, juga menolak seruan-seruan bagi gencatan senjata dan menekankan bahwa Macan Tamil harus meletakkan senjata dan mengizinkan warga sipil keluar dari daerah-daerah yang masih mereka kuasai.
Pertempuran antara pasukan pemerintah dan pemberontak LTTE meningkat sejak pemerintah secara resmi menarik diri dari gencatan senjata enam tahun pada Januari 2008.
Pembuktian independen mengenai klaim-klaim jumlah korban mustahil dilakukan karena pemerintah Kolombo melarang wartawan pergi ke zona-zona pertempuran.
PBB memperkirakan, lebih dari 100.000 orang tewas dalam konflik separatis Tamil setelah pemberontak Macan Tamil muncul pada 1972.
Sekitar 15.000 pemberontak Tamil memerangi pemerintah Sri Lanka dalam konflik etnik itu dalam upaya mendirikan sebuah negara Tamil merdeka.
Masyarakat Tamil mencapai sekitar 18 persen dari penduduk Sri Lanka yang berjumlah 19,2 juta orang dan mereka terpusat di provinsi-provinsi utara dan timur yang dikuasai pemberontak. Mayoritas penduduk Sri Lanka adalah warga Sinhala. (M014/K004)
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2010