Pekanbaru (ANTARA) - Tim Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Wilayah I Riau terus berupaya menggiring rombongan 18 gajah untuk kembali ke hutan untuk mengantisipasi adanya konflik antara masyarakat dan satwa yang dilindungi tersebut.
"Kini Tim BKSDA Riau masih berada di tiga desa yang menjadi perlintasan gajah tersebut. Kita juga melakukan mitigasi dan bersinergi bersama masyarakat untuk upaya penggiringan gajah kembali ke habitatnya," kata Kepala Bidang BKSDA Wilayah I Riau, Andri Hansen Siregar dalam keterangannya di Pekanbaru, Senin.
Dikatakannya, sambil menunggu kesepakatan, saat ini masyarakat juga masih melakukan penjagaan di kebunnya masing-masing. Kalau malam mereka membuat api unggun untuk menghalau gajah tersebut agar tidak masuk ke kebun mereka.
Aktivitas tim tersebut dilakukan terkait kawanan gajah liar yang berjumlah 18 ekor masuk ke perkebunan warga di wilayah Kuantan Singingi (Kuansing).
Baca juga: Tim BBKSDA Riau kesulitan giring dua gajah liar kembali ke kawanannya
Baca juga: BKSDA Riau halau dua ekor gajah ke habitatnya
"Kawanan gajah tersebut pertama kali diketahui masuk ke permukiman masyarakat pada Kamis (1/4), mengakibatkan banyak tanaman warga rusak dimakan satwa dilindungi itu," katanya.
Kawanan gajah itu datang dari wilayah Taman Nasional Teso Nilo (TNTN). Terakhir terpantau Ahad (4/4) kemarin.
Tim yang bertugas masih berada dilokasi gerombolan gajah ini melintasi tiga desa yakni desa Sei Kijang, Teratak Rendah dan Rambah.
"Pekan kemarin kami telah melakukan penyisiran di wilayah tersebut. Namun, tim gabungan belum menemukan kawanan gajah yang berjumlah 18 ekor dari TNTN itu," katanya.
Tim hanya menemukan bekas jejak, kotoran hingga tanaman masyarakat yang rusak menjadi santapan satwa bernama latin Elephas maximus Sumatranus itu.
"Wilayah ini memang daerah perlintasannya menuju Gunung Melintang hingga ke TNTN," katanya.*
Baca juga: PTPN V-BBKSDA Riau bentuk tim lindungi gajah sumatera
Baca juga: Polda Riau ungkap perdagangan gading gajah libatkan oknum guru
Pewarta: Frislidia
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2021